Bab 12: Silaturahim - Mukasyafah Al Qulub

   


Silaturahim

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍۢ وَٰحِدَةٍۢ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًۭا كَثِيرًۭا وَنِسَآءًۭ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًۭا ١

Allah berfirman: Wahai sekalian manusia! Bertaqwalah kepada Tuhan kamu yang telah menjadikan kamu (bermula) dari diri yang satu (Adam), dan yang menjadikan daripada (Adam) itu pasangannya (isterinya - Hawa), dan juga yang membiakkan dari keduanya - zuriat keturunan - lelaki dan perempuan yang ramai. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu selalu meminta dengan menyebut-yebut namaNya, serta peliharalah hubungan (silaturrahim) kaum kerabat; kerana sesungguhnya Allah sentiasa memerhati (mengawas) kamu.."

— Abdullah Muhammad Basmeih

"O mankind! Be careful of your duty to your Lord Who created you from a single soul and from it created its mate and from them twain hath spread abroad a multitude of men and women. Be careful of your duty toward Allah in Whom ye claim (your rights) of one another, and toward the wombs (that bore you). Lo! Allah hath been a watcher over you."

— M. Pickthall

 (QS al-Nisâ’ [4]: 1).



فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوٓا۟ أَرْحَامَكُمْ ٢٢

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰٓ أَبْصَـٰرَهُمْ ٢٣

"Kalau kamu tidak mematuhi perintah) maka tidakkah kamu harus dibimbang dan dikhuatirkan - jika kamu dapat memegang kuasa - kamu akan melakukan kerosakan di muka bumi, dan memutuskan hubungan silaturrahim dengan kaum kerabat? (Orang-orang yang melakukan perkara yang tersebut) merekalah yang dilaknat oleh Allah serta ditulikan pendengaran mereka, dan dibutakan penglihatannya"

— Abdullah Muhammad Basmeih

Would ye then, if ye were given the command, work corruption in the land and sever your ties of kinship?Such are they whom Allah curseth so that He deafeneth them and maketh blind their eyes.

— M. Pickthall

(QS Muhammad [47]: 22-23) .



وَٱلَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعْدِ مِيثَـٰقِهِۦ وَيَقْطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِى ٱلْأَرْضِ ۙ أُو۟لَـٰٓئِكَ لَهُمُ ٱللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوٓءُ ٱلدَّارِ ٢٥


"Dan (sebaliknya) orang-orang yang merombak (mencabuli) perjanjian Allah sesudah diperteguhkannya dan memutuskan perkara-perkara yang disuruh oleh Allah supaya dihubungkan, serta mereka pula membuat kerosakan dan bencana di muka bumi, - mereka itu beroleh laknat, dan mereka pula beroleh balasan hari akhirat yang seburuk-buruknya."

— Abdullah Muhammad Basmeih

"And those who break the covenant of Allah after ratifying it, and sever that which Allah hath commanded should be joined, and make mischief in the earth: theirs is the curse and theirs the ill abode".— M. Pickthall 

(QS al-Ra‘d [13]: 25).



Al-Bukhâri dan Muslim meriwayatkan hadis dari Abû Hurayrahرضي الله عنه bahwa Rasulullah bersabda, “Allah menciptakan makhluk. Setelah selesai, berdirilah Al-Rahim dan berkata, ‘Inilah maqam (kedudukan) yang berlindung kepada-Mu dari pemutusan?’

Allah menjawab:

"Benar. Apakah engkau ridha kalau Aku menyambungkan (hubungan dengan) orang yang menyambungkanmu dan memutuskan (hubungan dari) orang yang memutuskanmu?’

Al-Rahim menjawab: "Tentu.’ Allah berkata, ‘Itu semua untukmu.”’

Kemudian Rasulullah bersabda:  “Jika kalian mau bacalah ayat: Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?



فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوٓا۟ أَرْحَامَكُمْ ٢٢

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰٓ أَبْصَـٰرَهُمْ ٢٣

""Kalau kamu tidak mematuhi perintah) maka tidakkah kamu harus dibimbang dan dikhuatirkan - jika kamu dapat memegang kuasa - kamu akan melakukan kerosakan di muka bumi, dan memutuskan hubungan silaturrahim dengan kaum kerabat? (Orang-orang yang melakukan perkara yang tersebut) merekalah yang dilaknat oleh Allah serta ditulikan pendengaran mereka, dan dibutakan penglihatannya"

— Abdullah Muhammad Basmeih"

"And those who break the covenant of Allah after ratifying it, and sever that which Allah hath commanded should be joined, and make mischief in the earth: theirs is the curse and theirs the ill abode".— M. Pickthall 

(QS Muhammad [47]: 22-23).


Al-Tirmidzî mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis hasan sahîh. Adapun Ibn Mâjah dan al-Hâkîm mengatakan bahwa hadis ini sahîh isnad. Abû Bakrah Ra meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih pantas Allah segerakan hukuman bagi pelakunya di dunia dengan apa yang disimpan baginya di akhirat daripada kezaliman dan pemutusan silaturahim.”

Al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkan:

“Tidak akan masuk surga seorang pemutus.” Sufyân berkata, “Yakni, pemutus silaturahim.”

Ahmad dengan sanad para perawinya yang tsiqqah meriwayatkan, “Amalan-amalan anak âdam, diangkat ke langit setiap hari Kamis dan malam Jumat, maka tidak diterima amalan pemutus silaturahim.”

Ibn Hibbân dan lainnya meriwayatkan:

 “Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga, yaitu pecandu khamar, pemutus silaturahim, dan yang meyakini sihir.”

Secara ringkas, Ahmad, Ibn Dunyâ dan al- Bayhaqî meriwayatkan, “Suatu kaum dari umat ini tertidur setelah banyak makan, minum, dan bermain. Lalu ketika bangun pagi, mereka telah berubah rupa menjadi kera dan babi. Ditimpakan kepada mereka gerhana dan fitnah sehingga orang-orang yang memasuki pagi berkata: ‘Tadi malam terjadi gerhana pada keluarga Fulan. Tadi malam terjadi gerhana kabilah si Fulan. ‘Oleh kerana itu, dilemparkan kepada mereka batu dari langit sebagaimana yang dilemparkan kepada kaum Nabi Luth As atas kabilah-kabilah di situ.

Dihembuskan kepada mereka angin kencang seperti yang telah membinasakan kaum ‘Ad atas kabilah-kabilah di situ karena mereka minum khamar, berpakaian sutra, menyiksa pembantu rumah tangga, memakan riba dan memutuskan silaturahim…’ Masih ada satu perangai lagi yang lupa disebutkan Ja’far dan al-Thabrânî dalam al- Ausath.

Jâbir Ra meriwayatkan, “Rasulullah datang menemui kami ketika kami sedang berkumpul. Beliau bersabda, ‘Wahai sekalian kaum Muslim, bertakwalah kepada Allah dan sambungkanlah tali silaturahim di antara kalian, karena tidak ada pahala yang lebih cepat diberikan daripada pahala menyambungkan silaturahim.

Berhati-hatilah kamu terhadap kezaliman, karena tidak ada hukuman yang lebih cepat ditimpakan daripada hukuman atas kezaliman. Berhati-hatilah agar jangan mendurhakai orangtua. Wangi surga tercium dari jarak perjalanan seribu tahun, tetapi Allah tidak akan menganugerahkannya kepada pendurhaka terhadap orangtua, pemutus silaturahim, orang tua pezina, dan orang yang sombong karena kebesaran itu hanya milik Allah, Tuhan semesta alam.”’

Al-Ashbahânî mengabarkan, “Kami duduk- duduk di samping Rasulullah. Beliau bersabda: ‘Tidak duduk bersama kita pada hari ini pemutus silaturahim.’ Lalu, seorang pemuda berdiri dari kumpulan itu. Dia pergi mendatangi bibinya. Di antara dia dan bibinya telah terjadi perselisihan. Dia meminta maaf kepada bibinya, dan bibinya pun memaafkannya. Kemudian, dia kembai ke majelis. Rasulullah bersabda, ‘Rahmat tidak akan turun kepada kaum yang di tengah mereka ada pemutus silaturahim.”’

Al-Thabrânî juga meriwayatkan: “Para malaikat tidak akan turun kepada kaum yang di situ ada pemutus silaturahim.” Selain itu, dia juga meriwayatkan hadis dengan sanad sahîh dari al-A’masy bahwa setelah menunaikan shalat shubuh, Ibn Mas’ûd Ra duduk di majelis. Dia berkata, “Allah mencela pemutus silaturahim ketika pergi. Kita ingin menyeru Tuhan kita dan pintu-pintu surga terbuka kecuali bagi pemutus silaturahim.”

Al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkan, “Alrahîm bergantung pada ‘Arsy seraya berkata:  ‘Barangsiapa yang menyambungkanku, Allah menyambungkan (hubungan) dengannya. Dan barang siapa yang memutuskannya,

Allah memutuskan (hubungan dari)-nya.”’

Abû Dâwûd dan al-Tirmidzî mengatakan bahwa hadis ini hasan sahîh dan dianggap sahîh karena meskipun munqathi‘ periwayatannya bersambung.

Al-Bukhârî meriwayatkan hadis dari ‘Abdurrahmân bin ‘Auf yang mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, Allah berfirman, ‘Akulah Allah dan Akulah al-Rahmân. Aku ciptakan al-rahîm yang membentuk salah satu nama-Ku. Kerana itu, barangsiapa yang menyambungkannya, Aku akan menyambungkan (hubungan) dengannya.

Akan tetapi, siapa yang memutuskannya, Aku putuskan (hubungan) dengannya.”’

Melalui sanad yang sahîh, Ahmad meriwayatkan bahwa  Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengambil riba, dia telah merampas kehormatan seorang Muslim tanpa hak. Al-rahîm ini adalah cabang dari al-Rahmân ‘Azza wa Jalla. Barangsiapa yang memutuskannya, Allah mengharamkan baginya surga.”

Di tempat lain, Ahmad, melalui sanad yang baik dan kuat, dan Ibn Hibbân dalam Shahîh-nya meriwayatkan, “Al-rahîm itu adalah cabang dari al-Rahmân. Dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku diputuskan. Wahai Tuhanku, aku diperlakukan jelek. Wahai Tuhanku, aku dizalimi.’ Kemudian dijawab,

‘Tidakkah engkau ridha kalau Aku menyambungkan denganmu orang yang menyambungkanmu dan memutuskanmu dari siapa yang memutuskanmu?”’

Pengertian “cabang dari al-Rahmân” adalah karena lafaz Al-rahîm merupakan derivasi dari nama-Nya, al-Rahmân, sebagaimana disebutkan dalam hadis itu.

Al-Bazzâr, melalui sanad hasan, meriwayatkan, “Al-rahîm itu adalah sesuatu yang bergantung pada ‘Arsy dan berbicara dengan bahasa yang fasih, ‘Ya Allah, sambungkanlah orang yang menyambungkanku dan putuskanlah orang yang memutuskanku.’ Lalu, Allah menjawab, ‘Aku adalah Al-Rahmân al-Rahîm. Aku bentuk al-rahim dari nama-Ku. Barangsiapa menyambungkannya, Aku menyambungkan (hubungan) dengannya.

Namun, barangsiapa yang memutuskannya, Aku akan memutuskan (hubungan) dengannya.”’

Al-Bazzâr juga meriwayatkan hadis lain: “Ada tiga hal yang bergantung pada ‘Arsy. Pertama, al-rahim. Dia berkata, ‘Ya Allah, aku berpegang kepada-Mu maka aku tidak akan diputuskan.’ Kedua, amanat. Dia berkata, Ya Allah, aku bergantung kepadamu maka aku tidak akan dikhianati.’ Ketiga, kenikmatan. 

Dia berkata: "Ya Allah, aku bergantung kepadamu maka aku tidak akan diingkari.”’ Al-Bazzâr dan al-Bayhaqî meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Stempel digantungkan pada tiang ‘Arsy. Apabila al–rahim disakiti, kemaksiatan diperbuat, dan sikap lancang kepada Allah, Allah mengutus stempel itu untuk mengecap hati orang tersebut. Setelah itu, dia tidak memahami sesuatu apa pun.”

Al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkan, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, sambungkanlah silaturahim. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik, atau, diamlah.”

Di tempat lain, al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya, sambungkanlah silaturahim.”

Sementara Abû Hurayrah Ra mengabarkan, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya atau diakhirkan kematiannya, hendaklah dia menyambungkan tali silaturahim.”

Al-Bukhârî dan al-Tirmidzî meriwayatkan hadis: “Pelajarilah nasab kalian yang kalian hubungkan tali silaturahimnya, karena silaturahim adalah kecintaan dalam keluarga, kekayaan dalam harta, dan pengakhiran dalam kematian.” Karenanya, bertambahlah usia. ‘Abdullâh bin al-Imâm Ahmad dalam Zawâ’id al-Musnad, al-Bazzâr—melalui sanad yang baik— dan al-Hâkim meriwayatkan, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya, diluaskan rezekinya, dan ditolakkan darinya kematian yang buruk, hendaklah dia bertakwa kepada Allah dan menyambungkannya tali silaturahim.”

Al-Bazzâr dan al-Hakim mengabarkan bahwa Rasulullah bersabda, “Tertlis dalam Taurat: ‘Barangsiapa yang ingin bertambah umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah dia menyambungkan tali siturahim.”’

Abû Ya’lâ berkata, “Dengan sedekah dan silaturahim, Allah memanjangkan umur, menolakkan kematian yang buruk, serta menolakkan segala hal yang dibenci dan dilarang.”

Di tempat lain, Abû Ya’lâ berkata tentang seorang laki-laki dari Khats‘am. Orang itu berkata, “Aku datang kepada Rasulullah ketika beliau berada di tengah sekumpulan sahabatnya. Aku bertanya, ‘Engkaukah yang mengaku utusan Allah?’

‘Benar.’ ‘Wahai Rasulullah, amalan apa yang sangat disukai Allah?’ ‘Beriman kepada Allah’ ‘Wahai Rasulullah, apa lagi?’

‘Menyambungkan silaturahim.’ ‘Wahai Rasulullah, amalan apa yang sangat dibenci Allah?’ ‘Menyekutukan Allah.’ ‘Wahai Rasulullah, kemudian apa lagi?’

‘Memutuskan silaturahim.’ ‘Kemudian apa lagi yang sebaiknya aku kerjakan?’

‘Menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran.”’ Al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkan bahwa seorang Arab Badui datang kepada Nabi Saw ketika beliau sedang dalam perjalan. Dia mengambil kendali unta Rasulullah, lalu berkata,

‘Wahai Rasulullah— atau, wahai Muhammad— beritahukanlah kepadaku sesuatu yang dapat mendekatkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka.’ Nabi Saw diam, lalu memandang kepada para sahabatnya. Setelah itu, beliau bersabda: ‘Orang ini telah mendapat petunjuk.’ Seorang sahabat bertanya, ‘Mengapa begitu?’

Beliau mengulangnya, lalu menjawab pertanyaan orang itu, ‘Engkau menyembah Allah tanpa menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya, mendirikan shalat, membayarkan zakat, dan menyambungkan tali silaturahim… Tinggalkan unta itu.’ Dalam riwayat lain disebutkan,’… dan engkau menyambungkan tali silaturahim dengan kerabatmu.’ Setelah orang itu pergi, Rasulullah bersabda, ‘Jika dia berpegang pada apa yang aku perintahkan, niscaya dia masuk surga.”’

Melalui sanad yang baik, al-Thabrânî meriwayatkan hadis: “Allah memakmurkan rumah suatu kaum dan memberkati harta mereka [...]”

Para sahabat bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena mereka menyambungkan tali silaturahim.” Ahmad, melalui para perawi yang tsiqqah, hanya saja periwayatannya terputus, meriwayatkan,

“Barangsiapa memberi kasih sayang, dia telah diberi bagiannya dari kebaikan dunia dan akhirat. Silaturahim, bertetangga baik, dan berakhlak terpuji dapat memakmurkan rumah dan memperpanjang umur.”

Abû al-Syaikh Ibn Hibbân, dan al-Bayhaqî meriwayatkan bahwa seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa kepada Tuhan, yang menyambungkan tali silaturahim, serta menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran.”

Al-Thabrânî dan Ibn Hibbân dalam Shahîh- nya meriwayatkan hadis dari Abû Dzar Ra. Katanya, “Kekasihku Rasulullah berwasiat kepadaku tentang suatu perangai yang baik. Beliau mewasiatkan kepadaku agar jangan memandang kepada orang yang ada di atasku melainkan harus memandang kepada orang yang berada di bawahku dengan kecintaan dan kedekatan kepada orang-orang miskin. Beliau mewasiatkan kepadaku agar menyambungkan tali silaturahim. Beliau mewasiatkan kepadaku agar jangan takut karena Allah kepada celaan para pencela. Beliau mewasiatkan kepadaku agar mengatakan kebenaran walaupuan terasa pahit.

Beliau pun mewasiatkan kepadaku agar memperbanyak bacaan: lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh, karena ia temasuk pusaka-pusaka surga.

Al-Bukhâri dan Muslim serta para perawi lainnya meriwayatkan hadis dari Maymûnah Ra, bahwa dia memerdekakan ibunya tanpa meminta izin terlebih dulu kepada Rasulullah. Ketika pada suatu hari dia berada di samping Rasulullah, dia berkata: 

“Wahai Rasulullah, aku beritahukan bahwa aku telah memerdekakan ibuku.” Beliau bersabda, “Jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu juga, lebih besarlah pahalanya bagimu.”

Ibn Hibbân dan al-Hâkim meriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Nabi Saw, dia berkata, “Aku telah berbuat dosa besar, apakah akan diterima tobatku?” Nabi Saw bertanya,

“Apakah engkau masih punya ibu?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau punya bibi?” Orang itu menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda, “Berbuat baiklah kepadanya.”

Al-Bukhârî dan lain-lain meriwayatkan hadis: “Orang yang beruntung (al-wâshîl) itu bukanlah orang yang mendapat imbalan, melainkan orang yang beruntung ialah ketika engkau memutuskan tali silaturahim—lalu menyambungkannya kembali.”

Al-Tirmidzî meriwayatkan hadis hasan, “Janganlah kalian menjadi orang yang tidak berpendirian. Kalian mengatakan, ‘Jika manusia berbuat baik, kami akan berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, kami pun akan berbuat zalim.’

Karena itu, jadilah dirimu sendiri. Jika manusia berbuat baik, berbuat baiklah kalian. Akan tetapi, jika mereka berbuat jahat, kalian jangan berbuat zalim.”

Muslim meriwayatkan bahwa seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, aku punya kerabat yang aku sambungkan tali silaturahim dengan mereka, tetapi mereka memutuskannya. Aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka membalasnya dengan perbuatan jahat kepadaku. Aku berlemah-lembut kepada mereka, tetapi mereka berbuat kasar kepadaku.” Beliau bersabda:

“Jika keadaanmu seperti yang kamu ucapkan, seakan-akan kamu menempelkan abu panas pada mereka. Selama keadanmu seperti itu, abu panas itu tetap menempel pada mereka.”

Al-Thabrânî Ibn Khuzaymah dalam Shahîhnya, dan al-Hakim meriwayatkan hadis sahîh dengan memenuhi syarat Muslim: “Sedekah yang paling baik adalah yang diberikan kepada kaum kerabat yang menyembunyikan permusuhan dalam hatinya.” Inilah penjelasan dari sabda beliau, “Engkau sambungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu.”

Al-Bazzâr, al-Thabrânî, dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang dihisab oleh Allah dengan penghisaban yang ringan dan memasukkannya ke dalam surga dengan rahmat-Nya.” Para sahabat bertanya, “Apa yang tiga hal itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Engkau memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu, menyambungkan tali silaturahim kepada orang yang memutuskannya darimu, dan memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu. Jika engkau melaksanakan hal itu, engkau masuk surga.” Ahmad meriwayatkan hadis melalui dua sanad, salah satunya diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqqah, dari ‘Uqbah bin ‘Âmir Ra, katanya: 

“Aku menemui Rasulullah. Aku pegang tangannya, lalu aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku amalanamalan yang utama.’ Beliau pun bersabda, ‘Wahai 'Uqbah, sambungkanlah silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu, bersedekahlah kepada orang yang mengharamkan dirinya bersedekah kepadamu, dan maafkanlah orang yang berbuat zalim kepadamu.”’

Al-Hâkim menambahkan: “Ketahuilah, barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya, hendaklah dia menyambungkan tali silaturahim.”

Al-Thabrânî meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Maukah aku tunjukkan kepadamu akhlak yang paling mulia di dunia dan akhirat? Hendaklah engkau menyambungkan silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu, memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian kepadamu, dan memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu.”

Juga dari al-Thabrânî, diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Keutamaan yang paling besar adalah engkau menyambungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu, memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian kepadamu, dan memaafkan orang yang mencelamu.”

Al-Thabrânî meriwayatkan bahwa Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Maukah aku kabarkan kepadamu sesuatu yang dengannya Allah mengukuhkan barisan dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Engkau bersikap lembut kepada orang yang berlaku kasar kepadamu, memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu, memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian kepadamu, dan menyambungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu.”

Ibn Mâjah meriwayatkan hadis: “Kebaikan yang disegerakan pahalanya adalah kebajikan dan menyambungkan silaturahim. Adapun kejahatan yang disegerakan siksaannya adalah kezaliman dan pemutusan silaturahim.”

Al-Thabrânî meriwayatkan hadis: “Tidak ada perbuatan dosa yang Allah segerakan hukumannya kepada pelakunya di dunia dan menyimpannya di akhirat selain pemutusan silaturahim, pengkhianatan, dan dusta. Kebaikan yang disegerakan pahalanya di dunia adalah menyambungkan silaturahim sehingga anggota- anggota keluarga menjadi sumber kebaikan.

Karena itu, berkembanglah harta mereka dan berlimpahan jumlah mereka jika mereka saling menjalin silaturahim.”