Bab 13: Menunaikan Amanah - Mukasyafah Al Qulub

Syaikh Abu Bakr Jâbir al-Jazâiri mengatakan, “Diriwayatkan bahwa ayat yang pertama ini “Sesungguhnya Allâh menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”, diturunkan berkaitan dengan kasus ‘Utsmân bin Thalhah al-Hajabi. Dulu kunci Ka’bah dipegang olehnya, karena beliau disifati sebagai pelayan (Ka’bah). -(Gambar Illustrasi)

Menunaikan Amanah

إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا

 ٱلْإِنسَـٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًۭا جَهُولًۭا ٧٢

Allah berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikulnya—yakni menolak untuk menerima—dan mereka khawatir akan mengkhianatinya—yakni mereka takut tidak dapat menunaikan amanat itu, lalu mendapat hukuman, atau mereka takut mengkhianatinya—" 

(— Abdullah Muhammad Basmeih)

QS al-Ahzâb [33]: 72).

Al-Qurthubî berkata, “Amanat itu mencakup semua tugas suci agama, menurut pendapat yang Menunaikan Amanah paling sahîh. Itu adalah pendapat majoriti ulama. Mereka hanya berselisih pendapat dalam perinciannya.”

Ibn Mas‘ûdرضي الله عنه berkata, “Amanah itu adalah amanat harta, seperti titipan dan sebagainya.” Diriwayatkan bahwa yang disebut dengan amanah itu ada di dalam seluruh ibadah fardhu. Yang utama adalah amanat harta. Abû al-Dardâ’رضي الله عنه berkata, “Memandikan mayit adalah amanah.”

Ibn ‘Umarرضي الله عنه berkata, “Yang pertama Allah ciptakan dari manusia adalah kelaminnya.” Selanjutnya dia berkata, “Ini adalah amanat yang dititipkan kepadamu. Janganlah engkau menggunakannya kecuali secara benar. Jika engkau menjaganya, berarti engkau telah menjaga dirimu sendiri.”

Kerana itu, kelamin, telinga, mata, lidah, perut, tangan dan kaki adalah amanah. Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak menunaikan amanah. Al-Hasan berkata, “Amanah itu ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung. Namun, semuanya dan segala isinya bergetar. Allah berkata, “Jika engkau berbuat baik, Aku akan memberikan pahala kepadamu. Namun, jika engkau berbuat jahat, Aku akan mengadzab-mu.” Langit, bumi, dan gunung mengatakan,

“Tidak.” Mujâhîdرضي الله عنه berkata, “Ketika Allah menciptakan Adam, amanah itu ditawarkan kepadanya. âdam menerimanya. Lalu Allah berkata, ‘Engkau telah menanggungnya.”’

Tidak terlepas kemungkinan bahwa penawaran amanah ini kepada langit, bumi, dan gunung sebagai pilihan saja, bukan keharusan. Kalau Allah mewajibkan kepada langit, bumi, dan gunung untuk memikulnya, niscaya semua tidak akan menolaknya.”

Para fuqahâ’ dan lainnya berkata, “Penawaran amanah dalam ayat ini adalah sebagai contoh saja. Yakni, mengingat besarnya fisik langit, bumi, dan gunung. Kalau langit, bumi, dan gunung mampu memikulnya, semuanya akan merasa berat mengikuti syariat karena adanya pahala dan hukuman. Yakni, beban itu merupakan perkara yang besar sehingga langit, bumi dan gunung pun tidak mampu memikulnya Kemudian, hal itu dibebankan kepada manusia. Allah berfirman;

إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَـٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًۭا جَهُولًۭا ٧٢

 "Sesungguhnya Kami telah kemukakan tanggungjawab amanah (Kami) kepada langit dan bumi serta gunung-ganang (untuk memikulnya), maka mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak dapat menyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka persediaan untuk memikulnya); dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang ada padanya) sanggup memikulnya. (Ingatlah) sesungguhnya tabiat kebanyakan manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-perkara yang tidak patut dikerjakan."

— Abdullah Muhammad Basmeih

 (QS al-Ahzâb [33]: 72).

   

 


Ketika mereka keluar dari sulbinya. Kerana itu, dipikulkan perjanjian itu kepada mereka. Allah berfirman;       

لِّيُعَذِّبَ ٱللَّهُ ٱلْمُنَـٰفِقِينَ وَٱلْمُنَـٰفِقَـٰتِ وَٱلْمُشْرِكِينَ وَٱلْمُشْرِكَـٰتِ وَيَتُوبَ ٱللَّهُ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًۢا ٧٣

"Sesungguhnya Kami telah kemukakan tanggungjawab amanah (Kami) kepada langit dan bumi serta gunung-ganang (untuk memikulnya), maka mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak dapat menyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka persediaan untuk memikulnya); dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang ada padanya) sanggup memikulnya. (Ingatlah) sesungguhnya tabiat kebanyakan manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-perkara yang tidak patut dikerjakan."

— Abdullah Muhammad Basmeih

(QS al-Ahzâb [33]: 73)


Ibn ‘Abbâsرضي الله عنه berkata, “Amanah itu ditawarkan kepada Adam. Dikatakan kepadanya, ‘Ambillah amanah itu beserta segala hal yang dikandungnya. Jika engkau taat, Aku mengampuni-mu. Namun, jika engkau durhaka, Aku akan mengadzab mu.’ Adam menjawab, ‘Aku menerimanya beserta segala hal yang dikandungnya. Hal itu hanya terjadi antara waktu ‘ashar dan malam pada hari itu hingga dia memakan buah dari sebatang pohon. Kalau Allah tidak menganugerahkan rahmat-Nya, Dia tidak akan mengampuni dan memberi hidayah kepadanya.

Amanah itu berkaitan dengan keimanan. Kerana itu, barangsiapa yang menjaga amanah AllahAllah akan menjaga keimanannya. Rasulullahﷺ bersabda, “Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak menunaikan amanat, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memenuhi janjinya.”

Rasulullahﷺ  bersabda, “Pada orang mukmin di-tabiatkan setiap perangai kecuali pengkhianatan dan kebohongan.”

‘Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka tidak melihat amanah sebagai jarahan dan sedekah sebagai kerugian.”

“Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayaimu, dan janganlah berkhianat kepada orang yang berkhianat kepadamu.”

Dalam Shahîh-nya disebutkan hadis dari Abû Hurayrah رضي الله عنهRasulullahﷺ  bersabda,

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu jika berkata dia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, dan jika di-percayai dia berkhianat.”

Yakni, apabila seseorang mempercayainya dengan suatu perkataan (rahasia), dia mengkhianatinya dengan menyebarkannya kepada orang lain. Apabila dititipi, dia berkhianat dengan mengingkari, tidak menjaganya dan menggunakannya tanpa izin pemiliknya. Karena itu, menjaga amanat merupakan sifat para malaikat yang didekatkan, para nabi, dan para rasul, serta akhlak orang-orang benar yang bertakwa. Allah berfirman;

۞ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًۭا ٥٨

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu menjalankan hukum di antara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah dengan (suruhanNya) itu memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah sentiasa Mendengar, lagi sentiasa Melihat"

(QS al-Nisâ’ [4]: 58).

Para ahli tafsir mengatakan bahwa ayat ini mencakup banyak pokok syariat dan ditujukan kepada seluruh mukallaf (akil baligh) yang menjadi pemimpin dan lainnya. Para pemimpin wajib berlaku adil kepada orang yang teraniaya dan memberikan haknya sebagai amanat, serta menjaga harta kaum Muslim, terutama anak-anak yatim. Para ulama wajib mengajarkan hukum- hukum agama kepada masyarakat awam. Itulah amanat yang harus dijaga oleh para ulama. 

Orangtua wajib membimbing anaknya dengan pendidikan yang baik, karena anaknya itu pun amanat baginya. Rasulullahﷺ  bersabda,

“Masing-masing dari kalian adalah pemimpin, dan masing-masing akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.”

Dalam Zahr al-Ryâdh disebutkan, bahwa pada hari kiamat seorang hamba dihadirkan. Lalu, dia dihadapkan kepada AllahAllah bertanya, “Engkau telah mengabaikan amanah si Fulan.” Hamba itu menjawab, “Tidak, wahai Tuhanku.” Lalu, Allah memerintahkan malaikat agar membawanya ke Neraka Jahanam dan memperlihatkan kepadanya amanah dalam bentuknya di dalam Neraka Jahanam. Dia pun jatuh ke dalamnya selama tujuh puluh tahun hingga sampai ke dasarnya. Lalu, dia naik dengan amanat itu. Ketika sampai ke bagian atas Neraka Jahanam, kakinya tergelincir dan jatuh lagi ke dasarnya. Demikianlah seterusnya hingga dia memperoleh luthfi (kelembutan) dari Tuhannya dengan syafaat al-Mushthafa Rasulullahﷺ  Pemilik amanah itu pun ridha kepadanya.

Salamah berkata, “Ketika kami duduk-duduk di samping Rasulullahﷺ , tiba-tiba didatangkan jenazah untuk dishalatkan. Rasulullahﷺ  bertanya,

‘Apakah dia punya hutang?’ Mereka menjawab,

‘Tidak.’

Kemudian, beliau menyalatkannya. Lalu, didatangkan jenazah yang lain.Rasulullahﷺ  bertanya,

‘Apakah dia punya hutang?’ Mereka menjawab,

‘Ya.’ Rasulullahﷺ  bertanya lagi, ‘Apakah dia meninggalkan sesuatu?’ Mereka menjawab, ‘Ya, tiga dinar.’

Lalu, Rasulullahﷺ  menyalatkannya. Selanjutnya, didatangkan lagi jenazah ketiga. Rasulullahﷺ  bertanya, ‘Apakah dia memiliki utang?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah dia meninggalkan sesuatu?’ Mereka menjawab,

‘Ya.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Shalatkanlah sahabatmu ini.”’

Qatâdahرضي الله عنه berkata, “Seseorang bertanya kepada Rasulullahﷺ , ‘Wahai Rasulullah, jika aku gugur di jalan Allah dengan bersabar,  niat karena Allah, dan menghadap kepada-Nya tanpa mengingkari-Nya, apakah Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahanku?’ Rasulullah memanggilnya. Beliau bersabda, ‘Bagi orang yang mati syahid, Allah mengampuni seluruh dosanya, kecuali hutang.”’