Bab 16: Mengasihi Anak Yatim - Mukasyafah Al Qulub

 Mengasihi Anak Yatim




Allah, berfirman; 

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلْيَتَـٰمَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ نَارًۭا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًۭا ١٠

"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim dengan cara yang tidak lurus, sesungguhnya mereka akan memakan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala"

(QS al-Nisâ’ [4]: 10).

Qatâdah berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan seseorang dari Bani Ghathfân yang menguasai harta saudaranya yang masih kecil dan yatim pula. Lalu, dia memakannya.


”Dalam ayat lain, Allah berfirman: 

وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَـٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًۭا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًۭا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا۟ ۚ وَمَن كَانَ غَنِيًّۭا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرًۭا فَلْيَأْكُلْ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ فَأَشْهِدُوا۟ عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبًۭا ٦

"Dan ujilah anak-anak yatim itu (sebelum baligh) sehingga mereka cukup umur (dewasa). Kemudian jika kamu nampak dari keadaan mereka (tanda-tanda yang menunjukkan bahawa mereka) telah cerdik dan berkebolehan menjaga hartanya, maka serahkanlah kepada mereka hartanya; dan janganlah kamu makan harta anak-anak yatim itu secara yang melampaui batas dan secara terburu-buru (merebut peluang) sebelum mereka dewasa. Dan sesiapa (di antara penjaga harta anak-anak yatim itu) yang kaya maka hendaklah ia menahan diri (dari memakannya); dan sesiapa yang miskin maka bolehlah ia memakannya dengan cara yang sepatutnya. Kemudian apabila kamu menyerahkan kepada mereka hartanya, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (yang menyaksikan penerimaan) mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (akan segala yang kamu lakukan)."

— Abdullah Muhammad Basmeih

(QS  Al-Nisâ’ [4]: 6). 

Yakni, sekedar keperluan saja, mengambilnya sebagai pinjaman, sekedar upah pekerjaannya, atau karena terpaksa. Jika mampu, dia harus mengembalikannya. Tapi, jika tak mampu, itu halal baginya. Allah mengingatkan dengan tegas akan hak orang-orang yatim melalui firman-Nya:


وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةًۭ ضِعَـٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًۭا سَدِيدًا ٩

"Dan hendaklah mereka menjaga jangan sampai meninggalkan anak-anak yang lemah di belakangnya, dikhawatirkannya akan sengsara, sebab itu hendaklah mereka patuh kepada Allah dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang benar "

(QS al-Nisâ’ [4]: 9).


Maksudnya, siapa yang memelihara anak yatim, hendaklah dia memperlakukannya dengan baik, bahkan memanggilnya, “Wahai anakku…” sebagaimana dia memanggil anakanaknya. Hendaklah dia memelihara harta dan keturunannya.

Diriwayatkan bahwa Allah berfirman kepada Dâwûd As;;“Wahai Dâwûd, jadilah seperti bapak yang mengasihi bagi anak yatim,jadilah seperti suami yang menyayangi bagi para janda. Ketahuilah, engkau akan menuai apa yang telah engkau tanam. Sebab, engkau pasti mati, dan tinggallah anak dan jandamu.”

Tentang memelihara harta anak yatim dan kezaliman dalam hal itu, banyak hadis diriwayatkan yang sejalan dengan ayat di atas yang berisi ancaman keras dan peringatan bagi manusia yang menzaliminya. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan al-Bukhârî dan Muslim, bahwa Nabi Saw bersabda;

 “Hindarilah tujuh hal yang akan membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa tujuh hal itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allahsihir, membunuh orang yang diharamkan Allah untuk membunuhnya kecuali yang dibenarkan, memakan barang hasil riba, memakan harta anak yatim, …”

Al-Hâkîm meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Allah berhak untuk tidak memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak merasakan kenikmatannya. Mereka itu adalah peminum khamar, pemakan riba, pemakan harta anak yatim tanpa kebenaran, dan pendurhaka kepada kedua orang tuanya.

Dalam Shahih-nya, Ibn Hibbân menyebutkan bahwa dari sejumlah surat Nabi Sawang dikirimkan melalui ‘Umar bin Hazm kepada penduduk Yaman berisi: “Dosa-dosa besar yang paling besar pada hari kiamat adalah menyekutukan Allah, membunuh orang Mukmin tanpa kebenaran, lari dari medan perang dijalan Allah pada hari yang melelahkan, durhaka kepada kedua orangtua, tuduhan berzina kepada perempuan suci, mempelajari sihir, memakan hasil riba, dan memakan harta anak yatim.”

Abû Ya‘lâ meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Pada hari kiamat, ada suatu kaum yang dibangkitkan dari kubur mereka dengan nyala api di mulut mereka.” 



Para sahabat bertanya;

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلْيَتَـٰمَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ نَارًۭا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًۭا ١٠

“Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah Swt berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim, sesungguhnya mereka akan memakan api sepenuh perutnya …

(QS al-Nisâ’ [4]: 10)?”


Dalam hadis mi‘raj disebutkan bahwa Nabi Saw bersabda, “Tiba-tiba aku melihat orang-orang yang dilaknati. Sementara yang lain membawa batu dari api, menelannya, lalu api itu keluar dari dubur mereka. Lalu, aku bertanya kepada Jibrîl, ‘Wahai Jibrîl, siapakah mereka?”

Jibril menjawab; 

‘Mereka adalah orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim. Sesungguhnya mereka hanya memakan api ke dalam perut mereka.”’

Sementara dalam Tafsir al-Qurthubî, dinukil hadis dari Abû Sa’îd al-Khudrî, bahwa Nabi Saw bersabda, “Pada malam isra’, aku melihat satu kaum yang memiliki bibir seperti moncong unta. Lalu, bibir mereka ditarik dan batu api dimasukkan ke dalam mulut mereka. Kemudian, api itu keluar dari dubur mereka. Aku bertanya, ‘Wahai Jibrîl, siapakah mereka?’ Jibrîl menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim.”’