Bab 17: Tafakkur, Tadabbur - Mukasyafah Al Qulub



Allah telah memerintahkan tafakkur dan tadabbur dalam beberapa ayat dalam Kitab-Nya. Firman-Nya: 

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَـٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلْفُلْكِ ٱلَّتِى تَجْرِى فِى ٱلْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍۢ فَأَحْيَا بِهِ ٱلْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍۢ وَتَصْرِيفِ ٱلرِّيَـٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلْمُسَخَّرِ بَيْنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ لَـَٔايَـٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَعْقِلُونَ ١٦٤

"Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi; dan (pada) pertukaran malam dan siang; dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta Ia biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis binatang; demikian juga (pada) peredaran angin dan awan yang tunduk (kepada kuasa Allah) terapung-apung di antara langit dengan bumi; sesungguhnya (pada semuanya itu) ada tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, dan keluasan rahmatNya) bagi kaum yang (mahu) menggunakan akal fikiran."

— Abdullah Muhammad Basmeih

 (QS al-Baqarah [2]: 164).


وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ خِلْفَةًۭ لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًۭا ٦٢

"Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih beganti bagi orang-orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur"

(QS al- Furqân [25]: 62).


Athâ’ berkata, “Yang dimaksud dengan silih berganti itu adalah dalam gelap dan terang serta berkurang dan bertambah.”

ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَـٰذَا بَـٰطِلًۭا سُبْحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ١٩١

"Allah juga memuji orang-orang yang suka bertafakkur, sebagaimana firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah. sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhanku, Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia.” 

(QS âli ‘Imrân [3]: 191).



Ibnu ‘Abbâs رضي الله عنه berkata; “Suatu kaum memikirkan Allah. Lalu,  Rasulullah. bersabda; “Pikirkanlah ciptaan Allah. jangan berpikir tentang Allah., karena kamu tak akan sanggup memikirkan-Nya.”

Pada suatu hari,  Rasulullah menemui suatu kaum yang sedang bertafakkur. Beliau bertanya; “Mengapa kalian tidak berkata-kata?” 

Mereka menjawab, “Kami sedang memikirkan ciptaan Allah.. “Beliau pun bersabda, “Kalau begitulakukanlah. Pikirkanlah tentang ciptaan Allah.tetapi jangan memikirkan Dzat-Nya.

‘Athâ’ berkata, “Aku dan Ubay bin ‘Umayrرضي الله عنه pergi menemui ‘Aisyah رضي الله عنه. Dia berkata kepada kami dari balik tirai; “Wahai Umayr, apa yang menghalangimu untuk menjenguk kami?” Ibn ‘Umayrرضي الله عنه menjawab, “Bukankah  Rasulullah pernah bersabda, ‘Berkunjunglah jarang-jarang, niscaya bertambah kecintaan.”’ Selanjutnya, Ibnu ‘Umayrرضي الله عنه berkata, “Beritahukanlah kepadaku kekaguman yang pernah engkau lihat dari  Rasulullah.”

‘Âisyahرضي الله عنه menangis, lalu berkata, “Setiap ihwalnya menakjubkan. Pada malam giliranku, beliau datang kepadaku sehingga kulitnya bersentuhan kengan kulitku. Akan tetapi, beliau berkata, ‘Biarkanlah aku beribadah kepada Tuhanku.’

Lalu, beliau bangun dan mengambil tempat air untuk berwudhu. Kemudian, beliau shalat dan menangis hingga basah janggutnya. Beliau bersujud hingga basah tanah tempat sujudnya. Lalu, beliau berbaring pada salah satu sisi badannya hingga datang Bilalرضي الله عنه melantunkan adzan shalat shubuh. Bilalرضي الله عنه bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa Anda menangis? Padahal, Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda yang telah lalu dan kemudian?’ Beliau menjawab; 

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَـٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَـَٔايَـٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَـٰبِ ١٩٠

"‘Bagaimana kamu ini, wahai Bilal. Bagaimana aku tidak menangis?Pada malam ini Allah telah menurunkan ayat, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tandatanda bagi orang-orang yang berakal'"

(QS Âl ‘Imrân [3]: 190). 

Selanjutnya, beliau bersabda, ‘Celakalah orang yang membacanya tetapi tidak memikirkannya.” Tentang hal ini al-Auza‘ ditanya, apa tujuan tafakkur di situ?” Dia menjawab, “Membaca dan memikirkannya.”

Muhammad bin Wâsi‘, mengatakan bahwa seorang laki-laki penduduk Basrah pergi menemui Ummu Dzar sepeninggal suaminya, Abû Dzarرضي الله عنه. Dia menanyakan kepadanya tentang ibadah Abû Dzarرضي الله عنه. Ummu Dzar رضي الله عنه menjawab; 

“Sebagian siangnya dia gunakan untuk bertafakkur di salah satu sudut rumah.” Al-Fudhayl berkata, “Pikiran adalah cermin yang memperlihatkan kepadamu kebaikankebaikan dan kejelekan-kejelekanmu.” Ketika Ibrâhîm ditanya, mengapa berlama-lama bertafakkur, dia menjawab, “Tafakkur adalah inti berpikir.” Thâwûs berkata: al-Hawâriyûn (para pengikut setia Nabi ‘Îsâ) bertanya kepada ‘Îsâ As, “Wahai Ruh Allah, apakah kini di muka bumi ada orang seperti Anda?” ‘

Îsâ As menjawab,

“Ya. Yaitu orang yang pembicaraannya merupakan dzikir, diamnya merupakan tafakkur, dan pandangannya merupakan pembelajaran (tadabbur). Dialah orang yang sepertiku.”

سَأَصْرِفُ عَنْ ءَايَـٰتِىَ ٱلَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِى ٱلْأَرْضِ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ وَإِن يَرَوْا۟ كُلَّ ءَايَةٍۢ لَّا يُؤْمِنُوا۟ بِهَا وَإِن يَرَوْا۟ سَبِيلَ ٱلرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًۭا وَإِن يَرَوْا۟ سَبِيلَ ٱلْغَىِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًۭا ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَـٰتِنَا وَكَانُوا۟ عَنْهَا غَـٰفِلِينَ ١٤٦

Al-Hasan berkata, “Barangsiapa yang perkataannya bukan kebijaksanaan (hikmah), dia siasia. Barangsiapa yang diamnya bukan tafakkur, dia lalai. Barangsiapa yang pandangannya bukan pembelajaran, dia main-main.” Lalu, tentang firman Allah, Aku akan memalingkan orangorang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar , dia berkata,

(QS al-A’râf [7]: 146)


“Artinya, ‘Aku (Allah) mencegah hati mereka untuk bertafakkur tentang urusan hati mereka untuk bertafakkur tentang urusan-Ku.”’

Abû Sa’îd al-Khudrîرضي الله عنه berkata: Rasulullah bersabda, “Berikanlah kepada matamu bagiannya dari ibadah.” Para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, apa bagiannya dari ibadah itu?” Beliau menjawab, “Pandangan terhadap mushaf dan menafakurinya, serta mengambil pelajaran dari keajaiban-keajaibannya.”

Luqmân suka berlama-lama duduk sendiri. Lalu, budaknya lewat di hadapannya. Dia bertanya, “Wahai Luqmân, Anda lama duduk sendiri. Kalau engkau duduk bersama orang-orang, niscaya mereka akrab dengan Anda.”Luqmân menjawab, “Aku berlama-lama duduk sendiri untuk bertafakkur. Lama bertafakkur adalah bukti jalan surga.”

‘Umar bin ‘Abdul ‘Azîz berkata, “Bertafakkur tentang nikmat Allah ‘Azza wa Jalla adalah termasuk ibadah-ibadah paling utama.” Ibn ‘Abbâsرضي الله عنه berkata, “Shalat dua rakaat yang dimaksudkan untuk bertafakkur adalah lebih baik daripada shalat malam yang tak khusyu‘.” Ketika Abû Syurayhرضي الله عنه sedang berjalan, tiba-tiba dia duduk dan menyelimuti diri dengan jubahnya. Lalu, dia mulai menangis. Ketika ditanyakan kepadanya apa sebabnya dia menangis, dia menjawab, “Aku menafakuri kehilangan sebagian umurku, sedikitnya amalanku, dan semakin dekatnya ajalku.”

Abû Sulaymânرضي الله عنه berkata, “Tafakkur di dunia adalah hijâb (pembatas) dari akhirat yang mewariskan hikmah (kebijaksanaan) dan menghidupkan hati.”

Hâtimرضي الله عنه berkata, “Karena tadabbur bertambahlah ilmu, karena dzikir bertambahlah kecintaan, dan kerana tafakkur bertambahlah ketakutan (pada murka Allah).”

Ibn ‘Abbâsرضي الله عنه berkata, “Tafakkur tentang kebaikan mendorong untuk mengamalkannyapenyelesalan akan kejahatan mendorong untuk meninggalkannya.”

Al-Hasan berkata, “Orang-orang berakal senantiasa mengulang-ulang dzikir ke tafakur dan tafakkur ke dzikir sehingga mereka meminta hati mereka bicara. Hati mereka pun mengatakan kata-kata bijaksana.”

Idhâq bin Khalaf berkata, “Dâwûd al-Thâ’î رضي الله عنه berada di atas rumah ketika malam bulan purnama. Dia bertafakkur tentang kerajaan langit dan bumi. Dia memandang langit, lalu menangis hingga terjatuh ke rumah tetangganya. Tetangganya bangkit dari tempat tidurnya dalam keadaan tidak berpakaian, sementara di tangannya tergenggam sebilah pedang. Dia mengira bahwa ada pencuri masuk ke dalam rumahnya. Ketika melihat Dâwûd, dia kembali dan menyimpan lagi pedangnya. Dia bertanya kepada Dâwûd, “Siapa yang melemparkanmu dari atap rumah?” Dâwûd menjawab, “Aku tidak merasakan hal itu.”

Al-Junayd berkata, “Majelis yang paling mulia dan paling tinggi adalah duduk sambil bertafakkur tentang tauhîd, menghidupkan jiwa ma‘rifat, meminum cawan surga dari lautan cinta, dan memandang dengan prasangka baik kepada Allah kerana itu, betapa tingginya majelis itu dan betapa lezatnya minuman itu. Berbahagialah orang yang dianugerahinya.”

Al-Syafi’î  berkata, “Mohonlah pertolongan atas pembicaraan dengan diam dan atas kesimpulan dengan tafakkur.” Dia juga pernah mengatakan, “Pandangan yang baik terhadap berbagai hal adalah keselamatan dari tipuan. Keteguhan dalam pendapat adalah keselamatan dari kelalaian dan penyesalan. Menimbang dan berpikir menyingkapkan keteguhan hati, dan kekuatan dalam pandangan orang- orang bijak merupakan keteguhan dalam diri dan kekuatan dalam pandangan.

Untuk itu, berpikirlah sebelum membulatkan tekad. Lakukanlah kajian secara mendalam (tadabbur) sebelum menyerang (musuh) dan bermusyawarahlahsebelum maju.”

Juga katanya, “Keutamaan itu ada empat. Pertama, kebijaksanaan (hikmah), dan tiangnya adalah tafakkur. Kedua, kesucian diri, dan tiangnya adalah membuang keinginan rendah (syahwat). Ketiga, kekuatan, dan tiangnya adalah menahan marah. Keempat, al-hâl (pengalaman ruhaniah), dan tiangnya adalah keseimbangan kekuatankekuatan nafsu.”