Ramadhan: Bulan Menjana
Ketakwaan Hakiki
Ramadhan adalah bulan ibadah dan
bulan menundukan hawa nafsu, bulan taqarrub, penghambaan dan pengorbanan kepada
untuk Allah SWT, agar membentuk pribadi yang taqwa dan taat kepada Allah SWT. Akan tetapi, faktanya
tidak demikian. Ramadhan demi Ramadhan berlalu begitu saja tanpa adanya perubahan
yang jelas pada keadaan dan pemahaman
umat ke arah membuat kebaikan.
Bulan Ramadan hanya dianggap
ritual tahunan sahaja yang datang begitu saja tanpa mendapatkan
apa-apa kecuali rasa lapar dan haus saja. Ramadhan pada tiap tahun menunjukkan
makin jauhnya umat dari gambaran masyarakat yang Islami sebagai Khoiru Ummah atau ummah contoh, kerusakan terjadi di
segala segi terhadap umat akibat kemaksiatan dan berbagai pelanggaran Hukum
Syara’ kerana tiada takwa sebagian besar umat. Di samping itu, umat Islam
seharusnya menjadikan Ramadhan sebagai bulan perjuangan Syari’at Islam.
Ramadhan bukan sekedar bulan ibadah, tetapi juga bulan perjuangan fii
sabilillah. Seperti pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, banyak terjadi
peristiwa penting pada bulan Ramadhan, seperti Perang Badar, Futuh Makkah, dll.
Hal ini memberikan dorongan yang jelas bagi umat Islam saat ini, untuk
menjadikan Ramadhan kali ini sebagai momentum untuk membangkitkan umat dan
meraih ketakwaan hakiki.
Mewujudkan Ketakwaan Hakiki
Semua amal salih yang dilaksanakan selama Ramadhan haruslah
bisa memupuk ketakwaan pada diri kaum Muslim. Ketakwaan itulah hikmah yang
mesti diwujudkan dari ibadah selama Ramadhan, terutama ibadah puasa. Allah SWT
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian
berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum
kalian, agar kalian bertakwa”
(TQS al-Baqarah [2]: 183).
Sebagaimana yang dikatakan oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib
ra., takwa adalah al-khawf min al-jalîl wa al-‘amalu bi at-tanzîl wa
al-qanâ’atu bi al-qalîl wa al-isti’dâd li yawm ar-rahîl (takut kepada Allah Zat
Yang Maha Agung, mengamalkan al-Quran, qana’ah dari dunia dengan [mengambil]
sedikit dan menyiapkan bekal untuk menghadapi Hari Akhirat).
Imam an-Nawawi di
dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, bahwa takwa adalah imtitsâlu li
awâmirillâh wa ijtinâbu li nawâhîhi (melaksanakan perintah-perintah Allah dan
menjauhi larangan-larangan-Nya). Takwa bolih juga dimaknai sebagai kesadaran
akal dan jiwa serta pengetahuan syar’i atas kewajiban untuk mengambil halal dan
haram sebagai ukuran bagi seluruh aktivitas, lalu merealisasikannya secara
praktis (‘amalî).
Ibadah Ramadhan, khususnya puasa, diwajibkan oleh Allah SWT
kepada kaum Mukmin. Dengan melaksanakan ibadah puasa, kaum Mukmin akan bolih memupuk ketakwaan dalam diri mereka dan di tengah-tengah mereka. Syeikh Abu
Bakar Jabir al-Jazairi di dalam Aysar at-Tafâsîr menjelaskan makna firman Allah
SWT ”la’allakum tattaqûn”, yakni agar dengan puasa itu Allah SWT mempersiapkan
kalian untuk takwa, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Selain merupakan hikmah yang mesti diwujudkan sebagai buah
dari puasa dan ibadah Ramadhan, ketakwaan itu juga diperintahkan oleh Allah
SWT. Allah SWT berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar
takwa, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam”
(TQS Ali Imran [3]: 102