Saranan Taqarrub
kepada Allah
Taqarrub
berarti pendekatan diri kepada Allah. Ia merupakan tujuan utama kehidupan para
sufi. Karenanya mereka berusaha maksimal
melaksanakan kefarduan, yang disunatkan, termasuk memperbanyak
zikrullah.
Allah
memberikan ‘peluang’ untuk mendekatkan diri kepada-Nya karena Ia dekat dengan
hamba-Nya.
”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku”
(QS al-Baqarah 186)”.
Dan Kami lebih dekat
kepadanya aripada rat lehernya” (QS Qaaf 16).
Ayat terakhir
ini menurut Quraish Shihab tidak dapat dipahami bahwa Allah menyatu dengan diri
manusia, sebagaimana dipahami sementara kaum sufi (harus ada pemisahan antara
Khalik-makhuk), karena kedekatan di sini dimaksudkan kedekatan ilmu-Nya.
Perlunya
taqarrub itu juga didukung hadis Qudsi “Bila hamba-Ku mendekati-Ku sejengkal
Aku mendekatinya sehasta, bila mendekati-Ku sehasta Aku mendekatinya sedepa,
bila sedepa Aku mendekatinya sepuluh depa”. “Bila hamba mendekati-Ku dengan
melaksanakan kefardhuan dan yang disunatkan, Akupun mencintainya sehingga
segala gerak-geriknya dalam bimbingan-Ku”.
Ayat dan hadis
Qudsi di atas berisi anjuran taqarrub, sejalan kandungan ayat 56 al-Zariyat;
jin dan manusia dicipta agar beribadah
kepada Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, mahdhah dan ghairu mahdhah.
Mahdhah adalah
melaksanakan ibadah murni yang ditentukan Allah bentuk kadar waktu seperti
salat. Ghairu mahdhah, segala aktivitas lahir-batin dengan tujuan mendekatkan
diri kepada Allah. Sehingga menurut Quraish Shihab hubungan seks dapat menjadi
ibadah jika dilakukan sesuai ketentuan agama.
Berdasar hal
ini maka ibadah dan taqarrub kepada Allah adalah tugas/ kewajiban, agar kita
makin dekat dengan-Nya. Kedekatan dengan-Nya memudahkan memohon sesuatu: agar
diampuni, diberi kesehatan, diberi rezeki yang halal, cepat dikabulkan
oleh-Nya. Bagaimana sarana untuk taqarrub yang dibenarkan syara’. Inilah yang
akan diuraikan berikutnya.
Sarana
taqarrub diartikan alat yang digunakan bagi kepentingan pendekatan diri kepada
Allah. Dalam kajian akidah diistilahkan
dengan wasilah (sarana) sebagaimana kandungan ayat 35 surah al-Maidah: “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya (wasilah), dan berjihadlah di jalan-Nya supaya kamu
mendapat keberuntungan”.
Ketika menafsirkan
ayat ini mengatakan, bahwa banyak cara/sarana yang dibenarkan syara’ yang dapat
digunakan bagi kepentingan pendekatan diri kepada Allah.
Al-Jazairi
menyebutnya al-wasail al-masyru’ah. Dalam kitab Aqidat al-Mukmin ia mencatatkan
16 al-wasail al-masyru’ah itu, yaitu:
iman, salat, puasa, sedekah, haji, umrah, jihad/ siaga di jalan Allah, membaca
Alquran, berzikir dan bertasbih, membaca salawat atas Nabi, istigfar, doa,
mendoakan orang-orang mukmin, membaca asma al-Husna (nama-nama Allah),
mengerjakan kebaikan secara mutlak, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan.
Dalam tulisan
ini dikemukakan lima saja di antaranya
yaitu iman atau beriman kepada Allah dan apa saja yang diperintahkan
mengimaninya; malaikat kitab Rasul kiamat dan takdir. Iman adalah perbuatan
paling utama dan sarana paling mulia bagi mendekatkan diri kepada Allah.
Tentu saja
iman yang dibuktikan dengan ketaatan (amal saleh), sehingga Alquran menggandengkan penyebutan keduanya. Menurut
Nabi ketaatan (baca: amal saleh)
tolok-ukur iman, iman akan meningkat kualitasnya dengan bertambahnya
ketaatan dan akan menurun harkat/marabatnya jika berkurangnya ketaatan.
Salat, fardu
maupun sunat merupakan amal paling utama dan dicintai Allah. Ketika ditanya
tentang amal yang paling dicintai, Nabi menjawab; ‘salat pada waktunya’.
Salat mencegah
pelakunya dari perbuatan keji dan munkar, bila tidak, maka kualitas salatnya
perlu dipertanyakan. Puasa, bagi orang yang mencari kedekatan dengan Allah
hendaklah berpuasa, sarana pendidikan
pengendalian diri dari bujukan hawa-nafsu yang diumpamakan al-Gazali bagai
himar yang liar.
Salah-satu
cara menjinakkannya adalah membuatnya lapar melalui ibadah puasa. Suatu ketika
Abu Amamah menemui Nabi memohon amal yang membawa masuk surga. Nabi bersabda;
‘puasalah kalian, karena pahalanya tidak ada bandingannya’. Bersedekah dengan
harta yang baik disertai ketulusan hati,
merupakan sarana paling mudah
bagi mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam beberapa
hadis sahih Rasul bersabda; ‘Jauhilah api neraka walau dengan bersedekah sebiji
kurma’. ‘Sedekah itu menolak datangnya bala’. Bersedekah mengangkat statusnya
menjadi dermawan, yang dinilai dekat Allah, manusia dan surga, kemudian jauh
dari neraka.
Berhaji,
sebuah cara dan sarana terbaik pendekatan diri kepada Allah. Rasul
bersabda:‘Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga’. berhaji dinilai sama
pahalanya dengan membiayai perang fi sabilillah’.
Ketika tawaf
di seputar Kabah, demikian menurut Ali Syariati, berarti mengelilingi Allah
pemelihara Kabah dan bertemu dengan-Nya melalui bacaan zikir dan tasbih,
yang menunjukkan kedekatan hamba dengan
Allah ketika berhaji.
Kesimpulan,
banyak sarana yang dapat digunakan untuk taqarrub kepada Allah, yang intinya,
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya berdasarkan iman yang
dibuktikan ketaatan (amal saleh).
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggalnya’(QS.al-Kahfi
107).
Wallahu a’lam
bi al-Shawab.
Artikel ini telah tayang di banjarmasinpost.co.id
dengan judul Lima Sarana Taqarrub kepada Allah, banjarmasin.tribunnews.com/2013/01/11/lima-sarana-taqarrub-kepada-allah?page=2.
Editor: Dheny Irwan Saputra