Wednesday

Tangisan Rasulullah ﷺ yang Menggoncang 'Arsy

 

Sepanjang sejarah manusia, tidak ada nama yang kehidupannya diceritakan secara detail seperti kisah . Beliau adalah sosok manusia sempurna yang kepribadian dan tutur katanya penuh hikmah.

Dalam kisah para nabi dan rasul, banyak diceritakan kisah keseharian maupun mukjizat,  Rasulullah . Ada satu kisah yang menggetarkan hati saat Rasulullah yang mulia menangis hingga tangisannya menggoncang 'Arsy, tempat singgasana Allah 'Azza wa Jalla.

Dikisahkan, ketika itu Rasulullah sedang thawaf di Ka’bah, Rasulullah mendengar seseorang di hadapannya berthawaf, sambil berzikir: "Ya Kariim! Ya Kariim.

Rasulullah menirunya membaca "Ya Kariim! Ya Kariim!" Orang itu lalu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, dan berzikir lagi: "Ya Kariim! Ya Kariim!" Rasulullah yang berada di belakangnya mengikut zikirnya "Ya Karim! Ya Karim!"

Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan melihat seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu lalu berkata: "Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, karena aku ini adalah orang Arab badwi? Kalau bukan karena ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah ."

Mendengar kata-kata orang Arab baduwi itu, Rasulullah tersenyum, lalu bertanya: "Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?"

"Belum," jawab orang itu. "Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?"

"Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan sabdanya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya," kata orang Arab badwi itu pula.

Rasulullah pun berkata kepadanya: "Wahai orang Arab! Ketahuilah aku ini Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!" Melihat  Rasulullah di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya.

"Tuan ini Nabi Muhammad?" "Ya" jawab Rasulullah . Si Arab badwi itu pun tunduk mencium kedua kaki Rasulullah SAW.

Melihat itu, Rasulullah menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya: "Wahal orang Arab! janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu balasannya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman, dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya."

Ketika itulah, Malaikat Jibril AS turun membawa kabar dari langit dia berkata:

"Ya Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan berpesan: "Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!"

Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Maka orang Arab itu pula berkata: "Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!" kata orang Arab badwi itu.

"Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan?" Rasulullah bertanya kepadanya.

"Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa besar maghfirahnya," jawab orang itu. "Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luas pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya!" sambungnya lagi.

 

Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah pun menangis mengingat betapa benarnya kata-kata orang Arab badwi itu, air mata beliau meleleh membasahi janggutnya.

Melihat itu Malaikat Jibril pun turun kembali seraya berkata:

"Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan berpesan: Berhentilah engkau menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga 'Arsy lupa dengan bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga Ia bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah mengampuni semua kesalahannya dan ia akan menjadi temanmu di syurga nanti!"

Mendengar kabar itu, orang Arab badwi lalu menangis karena tak mampu menahan rasa harunya. Betapa tidak, kabar  akan menjadi ahli syuga menemani Rasulullah tentu dambaan dan cita-cita semua orang.Berkat rahmat Allah Azza wa Jalla dan kemuliaan Rasulullah , orang Arab Badwi itu menjadi salah satu orang yang beruntung. Semoga kisah ini bolih menambah kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.


kredit: sindonews

Sunday

Nasihati Diri

 


Menasihati Diri

Pemberi nasihat yang berbicara adalah Alquran, sedangkan yang diam adalah kematian. Keduanya sudah cukup bagi mereka yang mahu mengambil nasihat. Siapa yang tak mahu mengambil nasihat dan keduanya itu, bagaimana ia akan menasihati orang lain? Aku telah menasihati diriku dengan keduanya. Lalu aku pun membenarkan dan menerimanya dengan ucapan dan akal, tapi tidak dalam kenyataan dan perbuatan. Aku berkata pada diri ini, “Apakah engkau percaya bahwa Alquran merupakan pemberi nasihat yang berbicara dan juru nasihat yang benar, serta merupakan kalam Allah yang diturunkan tanpa ada kebatilan, baik dari depan mahu pun dari belakangnya?” Ia menjawab, “Benar.” Allah Rabbul Jallaluh. berfirman,




“Siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepadanya balasan amal perbuatan mereka di dunia dan mereka di dunia ini tak akan dirugikan. Mereka itulah yang tidak akan memperoleh apa-apa di akhirat kecuali neraka. Dan gugurlah semua amal perbuatan mereka serta batallah apa yang mereka kerjakan” (Q.S. Hud: 15-16).

Berbicara tentang nasihat, aku melihat diriku tidaklah layak untuk memberikannya. Sebab, nasihat seperti zakat. Nisab-nya adalah mengambil nasihat atau pelajaran untuk diri sendiri. Siapa yang tak sampai pada nisab, bagaimana ia akan mengeluarkan zakat? Orang yang tak memiliki cahaya mana mungkin menjadi penerang kepada yang lain. Bagaimana bayangan akan lurus jika kayunya bengkok? Allah Rabbul Jallaluh. mewahyukan kepada Isa bin Maryam:

 “Nasihatilah dirimu! Jika engkau telah mengambil nasihat, maka nasihatilah orang-orang. Jika tidak, malulah kepada-Ku.”

Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua pemberi nasihat: yang berbicara dan yang diam.”

Allah Rabbul Jallaluh. menjanjikan neraka bagimu karena engkau menginginkan dunia. Segala sesuatu yang tak menyertaimu setelah mati, adalah termasuk dunia. Apakah engkau telah membersihkan diri dan keinginan dan cinta pada dunia? Seandainya ada seorang dokter Nasrani yang memastikan bahwa engkau akan mati atau sakit jika memenuhi nafsu syahwat yang paling menggiurkan, niscaya engkau akan takut dan menghindarinya. Apakah dokter Nasrani itu lebih engkau percayai ketimbang Allah Rabul Jallaluh.? Jika itu terjadi, betapa kufurnya engkau! Atau apakah menurutmu penyakit itu lebih hebat dibandingkan neraka? Jika demikian, betapa bodohnya engkau ini! Engkau membenarkan tapi tak mau mengambil pelajaran. Bahkan engkau terus saja condong kepada dunia. Lalu aku datangi diriku dan kuberikan padanya juru nasihat yang diam (kematian).

Kukatakan, “Pemberi nasihat yang berbicara (Alquran) telah memberitahukan tentang pemberi nasihat yang diam (kematian), yakni ketika Allah Rabbul Jallaluh berfirman:


 ‘Sesungguhnya kematian yang kalian hindari akan menjumpai kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada alam ghaib. Lalu Dia akan memberitahukan kepada kalian tentang apa yang telah kalian kerjakan’

(Q.S. al-Jumuah: 8).

” Kukatakan padanya, “Engkau telah condong pada dunia. Tidakkah engkau percaya bahwa kematian pasti akan mendatangimu? Kematian tersebut akan memutuskan semua yang kau punyai dan akan merampas semua yang kau senangi. Setiap sesuatu yang akan datang adalah sangat dekat, sedangkan yang jauh adalah yang tidak pernah datang.

Allah Rabbul Jallaluh. Berfirman:



‘Bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kenikmatan pada mereka selama beberapa tahun? Kemudian datang pada mereka siksa yang telah dijanjikan untuk mereka? Tidak berguna bagi mereka apa yang telah mereka nikmati itu.’

(Q.S. AsySyuara: 205-206).”

Jiwa yang merdeka dan bijaksana akan keluar dari dunia sebelum ia dikeluarkan darinya. Sementara jiwa yang lawwamah (sering mencela) akan terus memegang dunia sampai ia keluar dari dunia dalam keadaan rugi, menyesal, dan sedih. Lantas ia berkata, “Engkau benar.” Itu hanya ucapan belaka tapi tidak diwujudkan. Kerana, ia tak mau berusaha sama sekali dalam membekali diri untuk akhirat sebagaimana ia merancang dunianya. Ia juga tak mau berusaha mencari rida Allah Rabbul Jallaluh sebagaimana ia mencari rida dunia. Bahkan, tidak sebagaimana ia mencari rida manusia. Ia tak pernah malu kepada Allah Rabbul Jallaluh sebagaimana ia malu kepada seorang manusia. Ia tak mengumpulkan persiapan untuk negeri akhirat sebagaimana ia menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi musim kemarau.

Ia begitu gelisah ketika berada di awal musim dingin manakala belum selesai mengumpulkan perlengkapan yang ia butuhkan untuknya, padahal kematian barangkali akan menjemputnya sebelum musim dingin itu tiba. Kukatakan padanya, “Bukankah engkau bersiap-siap menghadapi musim kemarau sesuai dengan lama waktunya lalu engkau membuat perlengkapan musim kemarau sesuai dengan kadar ketahanan-mu menghadapi panas?” Ia menjawab: “Benar.” “Kalau begitu”, kataku, “Bermaksiatlah kepada Allah sesuai dengan kadar ketahananmu menghadapi neraka dan bersiap-siaplah untuk akhirat sesuai dengan kadar lamamu tinggal di sana.” Ia menjawab, “Ini merupakan kewajiban yang tak mungkin diabaikan kecuali oleh seorang yang dungu.” Ia terus dengan tabiatnya itu. Aku seperti yang disebutkan oleh para ahli hikmat, “Ada segolongan manusia yang separuh dirinya telah mati dan separuhnya lagi tak tercegah.”

Aku termasuk di antara mereka. Ketika aku melihat diriku keras kepala dengan perbuatan yang melampaui batas tanpa mau mengambil manfaat dari nasihat kematian dan Alquran, maka yang paling utama harus dilakukan adalah mencari sebabnya disertai pengakuan yang tulus. Hal itu merupakan sesuatu yang menakjubkan. Aku terus-menerus mencari hingga aku menemukan sebabnya. Ternyata aku terlalu tenang. Oleh karena itu berhati-hatilah darinya. Itulah penyakit kronis dan sebab utama yang membuat manusia tertipu dan lupa.Yaitu, keyakinan bahwa maut masih lama. Seandainya ada orang jujur yang memberikan kabar pada seseorang di siang hari bahwa ia akan mati pada malam nanti atau ia akan mati seminggu atau sebulan lagi, niscaya ia akan istikamah berada di jalan yang lurus dan pastilah ia meninggalkan segala sesuatu yang ia anggap akan menipunya dan tidak mengarah pada Allah Rabbul Jallaluh.

 

Jelaslah bahwa siapa yang memasuki waktu pagi sedang ia berharap bisa mendapati waktu sore, atau sebaliknya siapa yang berada di waktu sore lalu berharap bisa mendapati waktu pagi, maka sebenarnya ia lemah dan menunda-nunda amalnya. Ia hanya bisa berjalan dengan tidak berdaya. Karena itu, aku nasihati orang itu dan diriku juga dengan nasihat yang diberikan.

 Rasulullah ketika beliau bersabda;

”Salatlah seperti salatnya orang yang akan berpisah (dengan dunia).” Beliau telah diberi kemampuan berbicara dengan ucapan yang singkat, padat, dan tegas. Itulah nasihat yang berguna.

Rujukan: Al Ghazaly - Bidayatul Hidayah


Wednesday

TAWAJJUH (TUMPUAN HATI KEPADA ALLAH S.W.T.)


Tawajjuh dari segi bahasa ialah menghadap . Dari segi istilah tasawwuf beerti pentalkinan atau pembacaan zikir oleh mursyid  atau syeikh kepada muridnya secara berhadapan .

(ms. 66 Istilah Usuluddin dan Falsafah Islam ,DBP)


Tawajjuh dalam Solat .
Abu Daud (909) dan lainnya meriwayatkan bahawa Nabi s.a.w. bersabda yang bermaksud:
“Allah Azzawajalla sentiasa mengadap hamba – Nya secara berdepan ketika solat selagi hamba – Nya tidak berpaling. Sekiranya hamba – Nya berpaling maka Allah berpaling daripadanya.”

Menurut hadis ini, ulama’ fiqh mengambil hukum iaitu makruh memalingkan tengkok ketika solat kecuali kerana keperluan.(Fiqhul Manhaji, 166). Dari segi tasawwuf pula , hati  seseorang yang menunaikan solat hendaklah sentiasa menghadap kepada Allah s.w.t. dan berpaling dari selain – Nya sepertimana yang dinyatakan oleh Imam al – Ghazali :

“Dan janganlah engkau berkata ‘Wajjahtu wajhi’ iaitu aku hadapkan muka melainkan hati engkau sudah menghadapi dengan semuanya kepada Allah saja dan berpaling terus dari yang lainnya.
(Kitab al- Arba’in fi Usul al – Din)

Nabi s.a.w. menjelaskan hakikat berpaling dalam hadis riwayat yang Bukhari (718) yang bermaksud :
“ Ia adalah suatu bentuk kecurian yang dilakukan oleh syaitan terhadap solat seseorang hamba.”

Oleh itu, hikmah solat terhadap seseorang berbeza – beza mengikut sebanyakmana tawajjuh hatinya kepada Allah s.w.t. Sabda Nabi s.a.w. yang bermaksud :
“ Seseorang yang beransur daripada solatnya, dituliskan baginya pahala daripada persepuluh pahala solatnya, 1/9, 1/8, 1/7, 1/6, 1/5, 1/4, 1/3 atau ½.”
(Riwayat Abu Daud dan al – Nasa’i, Ibn Hibban dan al – Hafiz al – Iraqi menganggapnya sahih).  

Fadhilat tawajjuh dalam solat
Imam Muslim meriwayatkan Nabi s.a.w. bersabda yang bermaksud :
“ Sesungguhnya seseorang yang berdiri dan solat serta memuja – muji Allah s.w.t. dengan pujian yang selayak bagi – Nya , serta mengosongkan hatinya bagi Allah s.w.t. kecuali tatkala ia keluar daripada dosa – dosanya seperti anak yang baru dilahirkan.”

Cara untuk tawajjuh dalam solat
Untuk memalingkan hati dari makhluk dan terus kekal menghadap Allah s.w.t. tidaklah semudah yang dikata. Ianya memerlukan mujahadah yang berterusan dan bimbingan dari wakil – wakil Nabi s.a.w. Hadirilah majlis – majlis tawajjuh/zikir yang dianjurkan oleh para ulama’ rabbani (ulama yang mempelajari, menghayati dan mengajar al – Quran) , insyaAllah anda akan berjaya.

kredit:Blog abuarfan