Wednesday

Fitnah Akhir Zaman - Muncul Generasi Ruwaibiddah



 Muncul Generasi Ruwaibidhah, Zaman Yang Diperingatkan oleh Rasul

Amaran tentang masa yang akan datang apabila manusia dipenuhi dengan pelbagai tipu daya.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.

 (رواه ابن ماجة)

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata, Rasulullahﷺ bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab,“Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum” (HR Ibnu Majah).

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dalam Sunannya, bab syiddatu al-zaman (masa susah) nombor 4026. Sanadnya muttashil (bersambung), tetapi pada mutu periwayatannya terdapat dua perawi yang bermasalah, iaitu Ishaq bin Abi. Al-Furat dari masyarakat Kibar al-Furat.tabi'in (generasi lama tabi'in) diulas oleh Maslamah bin Qasim, Ibn Hajar al-Asqalani dan Al-Dzahabi sebagai perawi majhul (tidak dikenali). Juga seorang perawi bernama Abdul Malik bin Qudamah bin Ibrahim dari generasi tabi' at-tabi'in, yang Abu Hatim mengulasnya sebagai dha'if al-Hadith (hadis dhaif), bahkan Al-Nasa'i mengulasnya laisa. bi al-qawi (tidak kuat). Imam Al-Dzahabi dan Ibn Hajar al-Asqalani menganggapnya lemah (da'if). Jadi, dari segi kualiti, Hadis ini dikategorikan sebagai Hadis dha'if.

Namun selain riwayat di atas dari sahabat Abu Hurairah رضي الله عنه, Imam Ahmad juga meriwayatkan hadis dari dua jalan yang berbeda, yaitu dari sahabat Abu Hurairah ra dalam Musnad Abi Hurairah bab no. 7571 dan daripada Anas bin Malik ra dalam bab Musnad Anas bin Malik. Hadis dari jalan Abu Hurairah رضي الله عنه sebagai berikut::

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ السَّفِيهُ 

يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّة

. (رواه أحمد)

“Dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata, Rasulullahﷺ  bersabda: “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun tipu daya, di mana orang-orang yang berdusta dipercayai dan orang-orang yang jujur ​​ditipu, orang-orang yang mengkhianati diberi kepercayaan, sedangkan orang-orang yang berdusta ditipu. amanah dikhianati, dan di dalamnya juga terdapat al-ruwaibidhah." Ditanya, "Apakah al-ruwaibidhah itu wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: “Itulah orang bodoh yang bercakap (memberi fatwa) dalam urusan manusia” 

(HR Ahmad).

Hadis ini diriwayatkan daripada Abu Hurairah رضي الله عنه dengan kualiti yang sama, walaupun sebahagian perawi yang terkandung dalam hadis ini berbeza dengan hadis pertama. Malah dinilai tsiqah (boleh dipercayai) dan dhabit (kuat hafalan), dua orang perawi didapati dha'if seperti yang dijelaskan di atas. Sedangkan Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalan Anas bin Malik رضي الله عنه adalah sebagai berikut:

 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَمَامَ الدَّجَّالِ سِنِينَ خَدَّاعَةً يُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيَتَكَلَّمُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الْفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ. (رواه أحمد)

“Dari Anas bin Malik رضي الله عنهRasulullahﷺ  bersabda, “Sebelum kemunculan Dajjal akan ada beberapa tahun kemunculan penipu, sehingga orang yang jujur ​​dibohongi, sedangkan pendusta dibenarkan. Orang yang diberi amanah dikhianati, sedangkan orang yang suka mengkhianati dipercayai, dan al-ruwaibidhah bersuara,” seseorang bertanya, apakah ruwaibidhah itu? Rasulullahﷺ bersabda, “Orang fasik membicarakan perkara umum” 

(HR Ahmad).

Selain Hadis yang disebutkan di atas, terdapat Hadis lain yang membicarakan hal ini, maka menurut kajian penulis, dengan melihat beberapa saluran yang ada, Hadis yang membicarakan ini dapat dikategorikan sebagai Hadis hasan li-ghairihi (Hasan kerana daripada sokongan daripada saluran lain). Perkara yang sama dinyatakan oleh pengkritik Hadis, Syuaib Al-Arnauth, dalam Ta'liq Musnad Ahmad no. 7912, yang menilai riwayat Ibn Majah sebagai Hadis hasan, bahkan Ibn Hajar al-Asqalani mengulas sanad dengan jayyid (baik).Bahkan kritikus men-shahih-kan riwayat Ibnu Majah sebagaimana termaktub dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibni Majah no. 4036. Maka, Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil-argumentasi. Terlebih lagi, hal yang dibicarakan terkait dengan pesan moral dan perintah menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela.

Penjelasan tentang kandungan hadis

Imam Al-Suyuthi menjelaskan, maksud perkataan al-khada' dalam Hadis di atas ialah "Al-Khadda' al-makru wa al-hilatu, wa idhafatu al-khadda' ila as-sanawat majaziyah wal-muradu ahlu as- sanawati" (Al Khadda' bermaksud khianat dan tipu daya. Pertautan Al Khadda' dengan al-sanawat (tahun) adalah bentuk kiasan/majaz, bermaksud orang yang hidup pada tahun-tahun tersebut) 

(Syarh Sunan Ibni Majah, 1/292). Manakala kata al-ruwaibidhah, merupakan bentuk tashghir (pengurangan) daripada al-rabidh yang bermaksud melutut. Kemudian perkataan al-rabidh yang asalnya bererti melutut dipinjam untuk kegunaannya (isti'arah) menjadi makna lain iaitu kedudukan yang rendah (inferior). Seolah-olah menggambarkan orang yang melutut sebagai seorang yang rendah kemampuan dan ilmunya, tetapi banyak bercakap dan mengeluarkan kenyataan tanpa berlandaskan ilmu yang secukupnya dan dipandang baik oleh pemujanya, sehingga memberi pengaruh dan impak yang luas.

 

Selanjutnya Imam Al-Suyuthi menyatakan “Qauluhu wa yanthiq fiha al-ruwaibidhah tafsiruhu ma marra min Hadith Anas رضي الله عنه ’; 

(Sabdanya "Dan ar-ruwaibidhah bercakap", penjelasannya sebagaimana disebutkan dalam Hadis Anas رضي الله عنه . : “Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang dilihat oleh orang-orang sebelum kami?” Baginda bersabda: “Rajanya (pemimpin) datang daripada orang-orang kecil di antara kamu, yang melakukan perbuatan keji ialah orang-orang kamu yang besar, dan berilmu 

(Al- Rajul Al-Tafih).

Al-Ruwaibidhah ialah satu bentuk tasghir (pengurangan) rabidhah, iaitu orang yang lemah, yang berlutut kepada orang mulia yang memahami urusan, kemudian dia duduk untuk mendapatkan sesuatu daripadanya) 

(Syarah Sunan Ibni). 

Ibnu Majah, 1/292).Penjelasan di atas menegaskan Hadits ini memberikan informasi beberapa hal. Pertama, memberi peringatan tentang bahaya dan dampak berbicara tanpa landasan ilmu.  Sebagaimana ditegaskan Allah dalam:

"Wahai sekalian manusia! Makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik, dan janganlah kamu ikut jejak langkah Syaitan; kerana sesungguhnya Syaitan itu ialah musuh yang terang nyata bagi kamu."

 (Qs Al-Baqarah: 168)

"Ia hanya menyuruh kamu melakukan kejahatan dan perkara-perkara yang keji, dan (menyuruh) supaya kamu berkata (dusta) terhadap Allah apa yang kamu tidak ketahui (salah benarnya)."

  (Qs Al-Baqarah: 169)

"Dan janganlah engkau mengikut apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan mengenainya; sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu tetap akan ditanya tentang apa yang dilakukannya".

(Qs Al-Isra’: 36). 

Kedua, penjelasan pentingnya sifat jujur sekaligus peringatan keras bahaya dusta, yang selaras dengan sabda Rasulullahﷺ dari Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه yang artinya: “Hendaknya kalian bersikap  jujur, karena kejujuran menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu menuntun ke surga. Bila seseorang terus bersikap jujur dan berjuang keras melaksanakannya, ia akan dicatat di sisi Allah  sebagai orang yang jujur (shidiq). Jauhilah kedustaan, karena ia menyeret kepada keburukan, dan  keburukan menjerumuskan ke neraka. Bila seseorang terus berdusta dan mempertahankannya, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta” 

(HR Muslim).

Ketiga, Hadits ini menjelaskan, hendaknya seseorang memilih pemimpin yang memiliki kualifikasi dan kemampuan, baik ilmu, amanah, dan kejujuran, di samping pertimbangan lainnya. Keempat, Hadits ini menunjukkan jalan keluar ketika menghadapi situasi kacau semacam itu dengan kembali kepada ilmu (Al-Qur’an dan Al-Sunnah) dan ulama. Kelima, Hadits ini mengingatkan pentingnya menjaga amanah dan bahaya menyia-nyiakannya, di mana sejalan dengan penjelasan Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali: ‘

 (Kandungan yang tertera dalam Hadits ini berupa tanda-tanda datangnya kiamat kembali pada persoalan-persoalan banyaknya urusan yang diserahkan pada yang bukan ahlinya, seperti sabda Rasulullahﷺ pada orang yang bertanya tentang arti al-Sa’ah (kiamat-kehancuran): “(yaitu) Jika urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya)” 

(Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, 1/139).

Kesimpulan

Hadis ini memberi peringatan akan datangnya suatu zaman, di mana manusia dipenuhi dengan pelbagai tipu daya dan tipu daya, serta pembohongan (hoax). Gambar ini digunakan oleh Rasulullahﷺ sebagai tanda dekatnya hari kiamat, di mana banyak pendusta digambarkan sebagai orang yang jujur. Sebaliknya, orang yang jujur ​​dihukum sebagai pendusta, pengkhianat dilihat sebagai boleh dipercayai, dan dialu-alukan seperti pahlawan. Sedangkan orang yang amanah dianggap pengkhianat dan dijenayahkan, dan orang yang bodoh pula diberi kepercayaan untuk menjaga masalah masyarakat. Akibatnya, berlaku ketidaktentuan, huru-hara (chaos) dan kemusnahan. 

Wallahu a'lam bis-shawab.


Allah 

رضي الله عنه