Saturday

Ramadhan: Bulan Menjana Ketakwaan Hakiki

[Salam%20Mohamad%20Hata%20Ghazali.gif]

Ramadhan:  Bulan Menjana Ketakwaan Hakiki


Ramadhan adalah bulan ibadah dan bulan menundukan hawa nafsu, bulan taqarrub, penghambaan dan pengorbanan kepada untuk Allah SWT, agar membentuk pribadi yang taqwa dan  taat kepada Allah SWT. Akan tetapi, faktanya tidak demikian. Ramadhan demi Ramadhan berlalu begitu saja tanpa adanya perubahan yang jelas  pada keadaan dan pemahaman umat ke arah membuat kebaikan.

Bulan Ramadan hanya dianggap ritual  tahunan sahaja  yang datang begitu saja tanpa mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan haus saja. Ramadhan pada tiap tahun menunjukkan makin jauhnya umat dari gambaran masyarakat yang Islami sebagai Khoiru Ummah  atau ummah contoh, kerusakan terjadi di segala segi terhadap umat akibat kemaksiatan dan berbagai pelanggaran Hukum Syara’ kerana tiada takwa sebagian besar umat. Di samping itu, umat Islam seharusnya menjadikan Ramadhan sebagai bulan perjuangan Syari’at Islam. 
Ramadhan bukan sekedar bulan ibadah, tetapi juga bulan perjuangan fii sabilillah. Seperti pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, banyak terjadi peristiwa penting pada bulan Ramadhan, seperti Perang Badar, Futuh Makkah, dll. Hal ini memberikan dorongan yang jelas bagi umat Islam saat ini, untuk menjadikan Ramadhan kali ini sebagai momentum untuk membangkitkan umat dan meraih ketakwaan hakiki.

Mewujudkan Ketakwaan Hakiki

Semua amal salih yang dilaksanakan selama Ramadhan haruslah bisa memupuk ketakwaan pada diri kaum Muslim. Ketakwaan itulah hikmah yang mesti diwujudkan dari ibadah selama Ramadhan, terutama ibadah puasa. Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa” 
(TQS al-Baqarah [2]: 183).

Sebagaimana yang dikatakan oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib ra., takwa adalah al-khawf min al-jalîl wa al-‘amalu bi at-tanzîl wa al-qanâ’atu bi al-qalîl wa al-isti’dâd li yawm ar-rahîl (takut kepada Allah Zat Yang Maha Agung, mengamalkan al-Quran, qana’ah dari dunia dengan [mengambil] sedikit dan menyiapkan bekal untuk menghadapi Hari Akhirat).


Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, bahwa takwa adalah imtitsâlu li awâmirillâh wa ijtinâbu li nawâhîhi (melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya). Takwa bolih juga dimaknai sebagai kesadaran akal dan jiwa serta pengetahuan syar’i atas kewajiban untuk mengambil halal dan haram sebagai ukuran bagi seluruh aktivitas, lalu merealisasikannya secara praktis (‘amalî).

Ibadah Ramadhan, khususnya puasa, diwajibkan oleh Allah SWT kepada kaum Mukmin. Dengan melaksanakan ibadah puasa, kaum Mukmin akan bolih memupuk ketakwaan dalam diri mereka dan di tengah-tengah mereka. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi di dalam Aysar at-Tafâsîr menjelaskan makna firman Allah SWT ”la’allakum tattaqûn”, yakni agar dengan puasa itu Allah SWT mempersiapkan kalian untuk takwa, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Selain merupakan hikmah yang mesti diwujudkan sebagai buah dari puasa dan ibadah Ramadhan, ketakwaan itu juga diperintahkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” 
(TQS Ali Imran [3]: 102