Sunday

Mencintai Rasulullah SAW

 

Tanda-tanda Cinta Rasulullah .

Cinta dalam hati seseorang terikat dengan perbuatan dan yang motivasi menggerakkan hati serta mendorongnya kepada yang dicintainya. 

Bila kita melihat kepada cinta terhadap Rasulullah kita akan menemukan bahwa faktor pembangkitnya bermacam-macam, karena Allah memberinya bermacam sifat mulia, serta betapa banyak beliau telah berkorban untuk umatnya dan lain sebagainya.diantaranya:

Pertama: Kewajiban Mencintai Rasulullah Melebihi Semua Makhluk

Sesungguhnya mencintai Rasulullah yang mulia merupakan bagian dari Iman.

Banyak nash yang menunjukkan kewajiban seorang hamba untuk mencintai Kedua: Tanda-tanda Cinta Rasulullah Cinta dalam hati seseorang terikat dengan perbuatan dan motivasi yang menggerakkan hati serta mendorongnya kepada yang dicintainya. Bila kita melihat kepada cinta terhadap Rasulullah kita akan menemukan bahwa faktor pembangkitnya bermacam-macam, karena Allah memberinya bermacam sifat mulia, serta betapa banyak beliau telah berkorban untuk umatnya dan lain sebagainya.diantaranya: melebihi diri sendiri, orang tua, anak, keluarga, harta dan semua manusia. Dan orang yang tidak melaksanakan hal ini berarti ia terancam mendapat hukuman Allah di dunia dan di akhirat, diantara nash tersebut:

1. Kewajiban mencintai Rasulullah lebih dari diri sendiri

Abdullah bin Hisyam  رضي الله عنه berkata: "ketika kami bersama Rasulullah beliau memegang tangan Umar bin Khatthab ra, maka Umar berkata pada beliau: "wahai Rasulullah   , Sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu. Kecuali diriku", maka Rasulullah  bersabda: "bukan begitu, demi yang jiwaku berada di tanganNya! Kamu harus mencintai aku lebih dari dirimu sendiri" maka Umar berkata: "Demi Allah! Sejak sekarang, engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri." Rasulullah bersabda: "Sekarang wahai Umar”

1.Al-Allamah Al-'Aini menerangkan hadits di atas: "yang dimaksud adalah tidak sempurna imannya. 

2 Dan ketika dikatakan: "sekarang wahai Umar" berarti: sekarang imanmu telah sempurna".

Rasulullah merupakan orang yang benar seluruh perkataannya walaupun tanpa sumpah, maka bila dicermati dalam hadits ini Rasulullah bersumpah yang menandakan penekanan terhadap hal ini.

2. Kewajiban mencintai Rasulullah melebihi orang tua dan anak

Diriwayatkan dari Abu Hurairah  رضي الله عنه bahwa Rasulullah bersabda: "demi Zat yang jiwaku ada di tanganNya , tidaklah beriman salah seorang kamu hingga saya lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya".

Di antara hal yang kita dapatkan dalam hadits ini adalah, bahwa Rasulullah bersumpah dalam hal ini dan yang dimaksud orang tua adalah bapak dan juga ibu. Sebagaimana yang dinyatakan imam Ibnu Hajar: “ketika muncul pertanyaan apakah ibu termasuk dalam kata orang tua dalam hadits ini? Ia menjawab: yang dimaksud dengan orang tua adalah orang yang mempunyai anak jadi mencakup semuanya atau mencukupkan dengan menyebut satu dari dua pasangan.

3. Kewajiban mencintai Rasulullah  lebih dari keluarga, harta dan semua manusia

Anas bin Malik رضي الله عنه berkata: Rasulullah bersabda: "Tidak sempurna iman seorang hamba sehingga saya lebih dicintainya daripada keluarganya, hartanya, dan semua manusia".

4. Ancaman bagi orang yang lebih mencintai orang lain daripada Rasulullah  :

Allah memberi ancaman bagi orang yang lebih mencintai orang lain daripada AllahRasulullah  dan jihad di jalan Allah dalam firmanNya : "

Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada  orang-orang fasik." Ibnu Katsir menerangkan: "Apabila hal-hal tersebut lebih disukai AllahRasulullah  dan jihad di jalan Allah maka tunggulah hukuman yang layak dari Allah bagimu".

Mujahid dan Al-Hasan menafsirkan ayat ini: "Hukuman di dunia dan akhirat".   Imam Zamakhsyari mengatakan: "Ini adalah ayat yang keras, tidak ada yang lebih keras dari ini".

Imam Qurthubi mengatakan:"dalam ayat ini terdapat kewajiban mencintai Allah dan Rasulullah, tidak ada perbedaan dalam hal ini. Dan semua ini harus lebih dicintai daripada hal lain"

Kedua: Tanda-tanda Cinta Rasulullah Cinta dalam hati seseorang terikat dengan perbuatan dan motivasi yang menggerakkan hati serta mendorongnya kepada yang dicintainya. Bila kita melihat kepada cinta terhadap Rasulullah kita akan menemukan bahwa faktor pembangkitnya bermacam-macam, karena Allah memberinya bermacam sifat mulia, serta betapa banyak beliau telah berkorban untuk umatnya dan lain sebagainya.diantaranya:

1. Kecintaan seorang muslim kepada Rasulullah mengikuti kecintaannya kepada Allah.

Hal ini dikarenakan kecintaan kepada Allah merupakan dasar cinta yang syar'i, karena Allah dicintai karena zatNya, adapun orang atau hal lain yang dicintai selain Allahﷻ haruslah mengikuti cinta kepada Allah seperti cinta kepada para Nabi dan Rasul, malaikat dan orang shaleh, begitu juga kecintaan kepada amal saleh dan akhlak yang disukai dan diridhai oleh Allah. Semua cinta tersebut merupakan bentuk kecintaan kepada Allah, karena cinta kepada Allah berarti harus mencintai semua hal yang disukai oleh Allah.

Ibnul Qayyim berkata: "Asal ibadah adalah cinta kepada Allah, maka barangsiapa yang mencintai Allah ia akan mencintai Rasulullah, karena sesungguhnya Rasulullah dicintai Karena Allah dan ditaati karena Allah sebagaimana firmanNya: (Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.)

2. Sesungguhnya Allah mencintai Rasulullah dan memilihnya diantara makhluknya; maka mencintainya merupakan tuntutan dari mencintai AllahHal itu dikarenakan Allah memilih beliau diantara manusia lainnya, dan menjadikannya penutup para Nabi, makhluk yang paling mulia dan dicintai oleh Tuhan semesta alam. Watsilah bin Asqa' berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya Allah memilih Kinanah diantara anak Ismail, dan memilih Quraisy dari Kinanah, dan memilih bani Hasyim dari Quraisy, dan memilih aku dari bani Hasyim".

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda: "perumpamaan aku dan para Nabi sebelumku seperti seorang yang membangun dan membaguskan bangunannya, kecuali satu sudut bangunan tersebut dan menjadikan manusia mengelilinginya dan takjub kepadanya, dan mereka berkata "coba kalau diletakkan batu ini". Rasulullah bersabda : "Akulah sudut bangunan itu, dan aku adalah penutup para nabi"16

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda: "Saya adalah pemimpin anak Adam pada hari kiamat, orang yang pertama dibangkitkan dari kubur dan pemberi syafaat pertama.”17

Rasulullah berhak untuk dicintai, karena Allah mencintainya dan memilikinya untuk tugas agung ini…ciri-ciri cinta Allah terhadap RasulullahNya andara lain :

a. Pemilihan beliau dalam mengemban risalah dan menduduki posisi Nabi, karena Allah tidak akan memilih kecuali orang yang disukai dan diridhai olehNya, sebagaimana firmanNya: (Allahﷻ memilih utusan-utusan (Nya) dari malaikat dan dari manusia)18.

b. Allah memuliakan beliau dengan menurunkan Al-Qur'an kepada beliau, Allah berfirman: (Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Qur'an yang agung.)19.

c. Allahﷻ memuliakan beliau dengan melapangkan dada beliau, menghilangkan beban beliau dan meninggikan derajat beliau; Allah berfirman: (Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, Dan Kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu?, Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.)20.

d. Beliau dimuliakan dengan shalawat Allah dan para malaikat kepada beliau hingga hari kiamat, sebagaimana firmanNya: (Sesungguhnya Allah dan malaikatmalaikat- Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.)

e. Beliau dimuliakan dengan diangkat sebagai kekasih Allah yang paling dicintai Nya yang tidak didapat oleh Nabi yang lain kecuali Ibrahim. Imam Muslim meriwayatkan dari Jundub, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah berwasiat 5 hari sebelum meninggal dengan sabdanya: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari mengambil salah seorang dari kamu sebagai kekasih, karena sesungguhnya Allah telah menjadikanku kekasih sebagaimana Ibrahim, dan sekiranya aku boleh mengambil kekasih dari umatku maka aku akan menjadikan

Abu Bakar sebagai kekasih. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu menjadikan kubur Nabi mereka dan orang shaleh sebagai masjid, maka janganlah kamu menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarangmu dari hal itu.

f. Allah telah menjadikan beliau sebagai rahmat bagi seluruh alam; baik jin maupun manusia, khususnya bagi orang mukmin dengan kemuliaan di dunia dan di akhirat, adapun orang kafir, diberikan kesempatan di dunia dan diakhirkan azabnya di hari kiamat. Allah berfirman: (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.)

3. Kesempurnaan nasihat dan petunjuk beliau bagi umatnya

Beliau menunjuki umat kepada setiap kebaikan yang mendekatkan kepada Allah , melarang keburukan yang menghinakan di dunia dan mengakibatkan azab akhirat, sehingga kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat tergantung kepada mengikuti manhaj dan ajaran beliau, Allah berfirman: (Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.)

Bila manusia menyukai orang yang menasihati dan berbuat baik kepadanya, maka bagaimanakah dengan sang penasehat agung yang benar yang sangat menyayangi umatnya, sehingga seluruh hidupnya dihabiskan untuk menasihati umatnya dan mengajarkan kebaikan bagi mereka, mensucikan jiwa-jiwa dan tubuh mereka. Beliaulah yang menunjuki manusia dengan izin Allah kepada jalan yang lurus setelah sebelumnya hidup di alam Jahiliyah dan kesesatan yang buta. Tanpa kasih sayang Allah  kepada manusia dengan mengutus Rasulullah, maka manusia akan hidup dalam lautan kegelapan dan kesesatan, diombang-ambingkan oleh ombak tanpa petunjuk ke jalan yang benar.

Allah  berfirman: (Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah , membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah.

Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.)

Dalam firmanNya yang lain: (Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasulullah di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.)

Oleh karena inilah, maka nikmat Allah  berupa pengutusan Rasulullah sangat besar, tidak ada orang yang mengetahui nilai besarnya nikmat ini kecuali orang yang dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara Jahiliyah dan Islam, antara ridha Allah dan murkaNya.

Maka orang yang mengetahui perbedaan ini dengan keyakinan yang kuat maka ia akan mengetahui kebesaran nikmat ini yang tidak dapat dibandingkan dengan nikmat apapun di muka bumi ini. Ia akan mencintai Rasulullah sepenuh hati dan mendahulukan cinta Allah  dan Rasulullah dari yang lain.

Oleh sebab itu para shahabat merupakan orang-orang yang paling besar cintanya kepada Rasulullah, karena mereka hidup dalam kegelapan Jahiliyah sebelum datangnya Islam dan ketika Islam datang dan mereka melihat perbedaan antara kegelapan Jahiliyah dan Cahaya Islam, mereka semakin berpegang kepada Islam dan semakin mencintai Rasulullah .

Adabun nilai kebaikan Rasulullah kepada umatnya adalah karena ia adalah sebab pemanfaatan umat ini dengan kehidupannya, ruh dan badannya. Bahkan beliaulah sebab kehidupan umat ini dengan Izin Allah Allah  berfirman: 

(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasulullah apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu)

Bila seorang manusia mencintai kedua orang tuanya karena mereka adalah sebab keberadaan dia di dunia dan karena mereka telah memberikan perawatan dan kasih sayang sehingga ia bisa berdiri sendiri dalam hidup, maka Rasulullah lebih berhak akan hal itu, karena beliau adalah sebab manusia dapat bermanfaat dalam hidupnya, badan dan jiwanya, maka kalaulah bukan karena Iman kepadanya dan mengikuti jalan beliau maka manusia akan hidup bagaikan binatang atau lebih hina dari itu sebagaimana kehidupan masa Jahiliyah sebelum datangnya cahaya Islam, demikian juga yang terjadi pada Jahiliyah modern saat ini.

1. Kemuliaan akhlak beliau, sifat yang baik merupakan keistimewaan beliau diantara semua makhluk:

Walaupun seandainya beliau tidak memiliki mukjizat selain akhlak yang mulia, itu sudah cukup sebagai dalil dan petunjuk atas kebenaran keNabiannya dan tingginya ajaran beliau.

Orang yang memperhatikan sirah Rasulullah akan mendapatkan bahwa Rasulullahﷺ memiliki sifat yang paling mulia dan tinggi, sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah  : 

(Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung)28.

Rasulullah adalah manusia yang paling mulia akhlaknya, paling lapang dada, paling benar perkataannya, paling baik pergaulannya, paling tepat janjinya, suka menyambung silaturrahmi, dekat dengan segala kebaikan, jauh dari segala dosa, tidak berkata kecuali benar, tidak berjanji kecuali ditepati, pemurah akan hartanya, selalu memberi dan tidak pernah menolak permintaan. Berani dan ditakuti para sahabatnya dalam keadaan susah. Sabar akan segala kesulitan dan gangguan, kelembutannya mengalahkan kemurkaannya, mudah memaafkan, hatinya sangat penyayang, jiwanya baik, Allah  memberikannya kesempurnaan akhlak, perkataan dan perbuatan dan menghiasinya dengan ketenangan, membuatnya diterima dengan baik sehingga beliau dapat mengambil hati manusia, sehingga mereka taat kepada beliau dan hati manusia menjadi tetap mencintai beliau, dan dihormati oleh manusia.

Maka dengan segala kesempurnaan tersebut selayaknyalah beliau dicintai, setiap orang yang melihat kemuliaan akhlaknya akan bertambah kecintaan terhadap beliau, oleh karena itu para shahabat adalah orang-orang yang paling mencintai beliau dikarenakan mereka menyaksikan langsung kemuliaan akhlak beliau Rasulullah

Ketiga: Hal-hal yang Dapat Menambah Kecintaan Kecintaan di dalam hati berkaitan dengan pemikiran dan pengamatan terhadap dampak yang ada. Hal-hal yang dapat menambah cinta kepada Rasulullah diantaranya:

2. Mengingat keadaan Rasulullah SAW

Cinta berkaitan erat dengan kenal, bila seorang muslim tidak mengenal Rasulullah, kepribadiannya, kemuliaannya dan posisinya disisi Allah , ia tidak akan dapat mencintai Rasulullah. Maka  bila seorang muslim ingin menambah kecintaanya kepada Rasulullah ia harus mengenal kepribadian dan akhlak beliau dengan membaca sirah dan sejarah kehidupan beliau dengan penuh penghayatan agar dapat mengambil pelajaran dan hidup bersama Rasulullah serta membaca kejadian-kejadian yang dihadapi rasul, sikap-sikap beliau, amalan-amalan yang dilakukan, serta melihat bagaimana sikap para sahabat dan kecintaan mereka terhadap Rasulullah

Maka ketika membaca sirah Rasulullahﷺ dan menghayatinya, ia akan mengetahui keagungan Rasulullah sehingga menambah cinta dan rindu pada beliau, ditambah dengan merenungkan segala yang dilalui oleh Rasulullahﷺ dalam menyebarkan Islam, betapa beliau sangat berusaha untuk memberikan petunjuk kepada semua manusia, serta betapa beliau sangat sayang kepada umatnya. Bila seorang muslim mengetahui semua hal ini maka ia akan bertambah cinta kepada Rasulullah.

3. Melaksanakan petunjuk dan sunnah-sunnah beliau baik yang berupa perkataan maupun perbuatan;

Seorang muslim hendaknya melaksanakan petunjuk-petunjuk Rasulullahﷺ dalam segala hal sehingga ia selalu berada dalam pengetahuan dan keyakinan bahwa ia mengikuti yang benar, serta selalu menjadikan Rasulullah didepannya dalam semua hal yang dilakukan. Serta bersikap seolah-olah ia adalah salah seorang sahabat Nabi yang mengikuti perintah beliau dan menjauhi larangan beliau. Karena selama seorang Muslim berpegang pada petunjuk dan sunnah beliau dan senantiasa memposisikan Rasulullah dihatinya maka ia akan selalu mengingat Rasulullah dan mencintainya.

Karena cinta berkaitan dengan kenal dan ingat, maka orang yang paling mencintai Rasulullah  adalah orang yang selalu berpegang pada sunnahnya dan selalu menyibukkan diri dengannya, karena mereka adalah orang yang paling mengetahui hadits-hadits, perbuatan, akhlak dan segala perilaku beliau.

4. Mengetahui nikmat Allah  kepada hambaNya dengan pengutusan Nabi

Di antara sebab yang paling besar adalah merenungkan manfaat yang telah dihasilkan beliau untuk ummatnya, yaitu dengan diturunkannya Al-Qur'an bagi manusia, dimana Al-Qur'an adalah sebab keselamatan hidup manusia di dunia dan di akhirat, dan dimana semua kebaikan dan kemuliaan turun bagi umat ini karena mengikutinya.

Setiap cobaan yang terjadi bagi umat ini disebabkan oleh pelanggaran terhadap ajaran Allah , sebagai bukti; bayangkanlah bila Allah  tidak mengutus rasulNya kepada manusia, bagaimana keadaan manusia sebelum Rasulullah W diutus dibandingkan dengan setelah pengutusan beliau dengan Al-Qur'an?. Bagaimana Allah  menyatukan umat setelah sebelumnya terpecah, dan bagaimana Allah telah mengeluarkan manusia dari kebathilan menuju cahaya.

Allah  berfirman: (Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab Itulah Allah  menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula)

Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.)

5. Banyak bersholawat terhadap beliau

Shalawat adalah pengikat yang paling kuat antara seorang muslim dengan

Rasulullah , hingga selalu mengingat beliau, Allah  berfirman:

 (Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Rasulullah . Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.)

Dalam hadits banyak disebutkan perintah dan keutamaan shalawat, diantaranya dari Abu Hurairah ra, Rasulullah  bersabda: "Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah  bershalawat kepadanya 10 kali".

Keempat: Manfaat Cinta Kepada Rasulullah  Sesungguhnya Rasulullah  tidak memerlukan cinta kita terhadap beliau kerana itu tidak akan menambah kemuliaan dan derajat beliau, kerana beliau adalah kekasih Allah ; Tuhan semesta alam.

Akan tetapi orang yang mengikuti beliau akan dicintai oleh Allah  dan diampuni dosanya, seperti firmanNya: (Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah , ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.)

Jadi yang mendapat manfaat dari kecintaan terhadap Rasulullah  adalah orang itu sendiri, karena ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat, diantaranya

1. Cinta kepada Rasulullah  merupakan sebab seorang muslim merasakan manisnya iman.

Di antara sebab seorang muslim merasakan manisnya iman adalah, bila ia mencintai Rasulullah  melebihi kecintaanya pada semua makhluk. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Dari Anas ra. bahwa Rasulullah . Bersabda: 

"Tiga hal yang apabila terdapat pada diri seseorang maka ia mendapat manisnya iman yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan ia benci untuk kembali ke dalam kekafiran sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke dalam neraka."33

Arti manisnya iman: merasakan kenikmatan dalam taat, bertahan dalam menghadapi kesulitan dalam agama dan mendahulukan Islam dari urusan duniawi. Ini merupakan manfaat yang sangat mulia.34

2. Orang yang mencintai Rasulullah SAW akan bersama beliau di akhirat. Diriwayatkan dari Anas ra.: "Seseorang datang kepada Rasulullah  dan berkata: wahai Rasulullah , kapankah kiamat terjadi ? Rasulullah  berkata: "apa yang telah kau persiapkan untuk akhirat?" Ia menjawab: "Mencintai Allah dan Rasulnya"

Rasulullah bersabda: "Engkau akan berada bersama orang yang kau cintai". Anas berkata : "tidak ada kegembiraan yang lebih daripada sabda Rasulullah : "Engkau akan berada bersama orang yang kau cintai" . aku mencintai Allah dan RasulNya, Abu Bakar, dan Umar RA, maka aku berharap akan bersama mereka kelak, walaupun amalanku tidak seperti mereka."35

Dalam hadits lain diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ra.: "seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: "wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu tentang orang yang mencintai suatu kaum tapi tidak bergabung dengan mereka?" Rasulullah SAW menjawab: "orang yang mencintai selalu bersama yang dicintainya"36, maksudnya adalah di surga.37

Allah  maha besar! Betapa agungnya ganjaran bagi yang mencintai Rasulullah SAW dan memuliakannya.

3. Dicintai oleh Allah 

Sesungguhnya kecintaan Allah  kepada orang yang cinta kepada Rasulullah SAW kembali kepada tiga perkara:

Pertama: Cinta Allah tetap bagi orang yang mengikuti Nabi SAW sebagaimana firmanNya: (Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.)38. 

Maka orang yang mengikuti Rasulullah SAW sungguh akan dicintai Allah  dan orang mukmin selayaknya untuk menjadikan Allah  dan Rasulullah SAW sebagai kekasih yang utama. Allah berfirman: (Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.)39.

Kedua: Rasulullah SAW mendoakan orang yang mencintai Allah dan Rasulullah SAW agar mendapat cinta Allah .      

Ketiga: bila Allah  telah mewajibkan orang-orang yang saling mencintai agar menjadikan cintanya karena Allah , maka selayaknyalah orang yang mencintai Allah dan Rasulullah SAW mendapatkan cintaNya.

4. Mereka akan dibangkitkan di bawah 'arsy

Nabi SAW mengabarkan tentang 7 golongan yang mendapat naungan Allah  pada hari kiamat, diantaranya: "Dua orang yang saling mencintai karena Allah , bertemu dan berpisah karena Allah "  Disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: "pada hari kiamat Allah  kan berkata: "Mana orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaanKu? Pada hari ini akan aku lindungi mereka dalam naunganKu, dimana pada hari ini tidak ada naungan selainnya".42

Bila orang-orang yang saling mencintai karena Allah  mendapat kemuliaan seperti ini, maka orang yang mencintai Rasulullah SAW lebih layak mendapatkannya, sebagaimana sabda beliau: "orang yang mencintai akan bersama yang dicintainya". 43 Ia wajib mendapat kecintaan Allah.

5:. Tanda-tanda Cinta Nabi SAW

1. Sangat ingin berjumpa dan berdampingan dengan beliau SAW

Dan kehilangan dua hal ini merupakan kehilangan terbesar baginya di dunia ini,

seperti:

a. Tangisan gembira Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. ketika ia ditugaskan menemani Nabi dalam hijrah. Aisyah ra. berkata: "suatu hari kami sedang duduk bersama di rumah Abu Bakar ra. pada siang hari, seseorang berkata kepada Abu Bakar: "Rasulullah SAW sedang menutup kepala beliau dan tidak mendatangi kami saat itu", Abu Bakar ra. berkata :

"Ayah dan ibuku menjadi pertaruhan, sedang datang suatu perintah saat ini", Maka ia mendatangi Rasulullah SAW, kemudian bertemu, dan Rasulullah SAW bersabda:

"keluarkan siapa yang disisimu", Abu Bakar berkata: "sesungguhnya mereka keluargamu wahai Rasulullah SAW", Rasulullah SAW bersabda: "Aku telah diizinkan untuk keluar hijrah", Abu Bakar berkata: "Aku ingin menemanimu wahai Rasulullah!" Rasulullah bersabda: "Ya".44

Abu Bakar sadar akan kesulitan dan bahaya yang akan didapati dalam perjalanan ini, akan tetapi hal itu tidak menghalangi keinginan beliau untuk menemani Rasulullah SAW, maka ketika Rasulullah SAW menyetujuinya beliau menangis karena mendapat kebahagiaan ini.

Ibnu Hajar berkata: Ibnu Ishaq menambahkan: Aisyah ra. berkata: "Maka aku melihat Abu Bakar menangis, dan aku tidak pernah melihat orang sedemikian terharu karena bahagia"45.

b. Kegembiraan kaum Anshar dengan kedatangan beliau SAW.

Dari Urwah bin Zubair ra, menceritakan tentang bagaimana mereka menanti kedatangan Rasulullah SAW: "ketika orang-orang muslim di Madinah mendengar keluarnya Rasulullah SAW dari Mekkah, mereka keluar setiap siang hari, melawan panas terik untuk menunggu beliau sehingga mereka dipulangkan oleh terik matahari. Ketika mereka telah menunggu lama, mereka pulang ke rumah mereka dan ketika itu datanglah seorang Yahudi yang melihat dari puncak melihat kedatangan Rasulullah SAW dengan para sahabatnya dengan pakaian putih, yang menghilangkan fatamorgana, maka orang Yahudi tersebut berteriak sekeras-kerasnya: "Wahai kaum Arab! Itu tuan kalian yang telah kalian tunggu-tunggu"46. Maka umat Islam mengenakan senjata mereka, lalu menemui Rasulullah SAW pada tengah hari hingga Rasulullah SAW sampai di Bani Amr bin Auf47.

Diriwayatkan dari Ibnu Sa'ad: "Ketika mereka telah terbakar matahari, mereka kembali ke rumah mereka"48. dalam riwayat Hakim: "Mereka menunggu hingga panasnya terik siang hari menyakiti mereka"49. Para sahabat sangat takut jika sampai tidak dapat melihat Nabi SAW di surga

c. Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dari Aisyah ra: "Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata: "Wahai Rasulullah! sesungguhnya engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri dan lebih aku cintai dari anakku dan sungguh ketika aku berada di rumah dan mengingatmu aku tidak sabar untuk mendatangimu dan bila aku mengingat kematian-ku dan kematianmu aku tahu bahwa engkau akan masuk surga dan diangkat pada derajat para Nabi dan bila aku masuk surga, aku takut tidak bisa melihatmu", Rasulullah SAW tidak menjawabnya sampai Jibril AS turun membawa ayat:

(Dan barang siapa yang mentaati Allah  dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah , yaitu: Nabi-Nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh.)50.

d. Kaum Anshar memilih Rasulullah SAW daripada harta:

Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim ra, berkata: "ketika Allah  memberi Rasulullah SAW kemenangan pada perang Hunain, beliau memberi bagian rampasan kepada orang yang baru masuk Islam dan tidak memberi kaum Anshar sesuatu, seolah mereka tidak mendapat hak seperti orang lain, maka beliau berkata kepada mereka:

"wahai kaum Anshar! Bukankah telah aku dapati kalian dalam keadaan sesat dan aku tunjuki…kalian terpecah-pecah dan Allah menyatukan kalian dengan perantara aku…kalian miskin, dan Allah mencukupi kalian", setiap beliau selesai berkata, mereka berkata: "Allah  dan RasulNya merupakan nikmat yang lebih besar", maka Rasulullah bersabda: "Kalau kalian mau, kalian bisa berkata: "kami telah berbuat ini, itu…"51.

"Apakah kalian ridha bila orang lain mengambil kambing dan unta (harta), sedangkan kalian hanya mendapatkan aku, Nabi, bersamamu? Kalau bukan karena Hijrah, aku pasti dari kaum Anshar dan andai manusia menempuh lembah dan bukit, maka aku akan menempuh lembah dan bukit Anshar, kaum Anshar bagaikan pakaian dan orang lain bagaikan selimut, sesungguhnya kalian akan menemui setelahku suatu kesendirian, maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di haudh”.52

Ditambahkan dalam Hadits Abu Said ra.: "Ya Allah rahmatilah Anshar, anak-anak Anshar, dan anak-anak dari anak-anak Anshar"

Maka mereka menangis hingga membasahi janggut mereka dan berkata: "Kami ridha dengan Rasulullah SAW, sebagai bagian kami"53.

Ibnul Qayyim berkata: "ketika Rasulullah SAW menjelaskan kepada mereka hikmah ini mereka kembali dengan senang dan mereka melihat bahwa harta yang agung adalah kembalinya Rasulullah SAW ke negeri mereka, maka mereka mengabaikan kambing, unta, serta tawanan wanita dan anak-anak karena mereka telah mendapat kemenangan yang agung dengan berada di sisi Rasulullah SAW." 54

2. Mengorbankan jiwa dan harta demi Rasulullah SAW tercinta

a. Tangisan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA karena takut kehilangan Rasulullah SAW Suraqah bin Malik menyusul Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, dalam perjalanan hijrah dan ketika ia sudah dekat Abu Bakar menangis, bukan karena takut akan dirinya tetapi takut atas keselamatan kekasihnya Rasulullah SAW. 

Imam Ahmad menceritakan kisah ini dari Barra bin Azib ra.: Abu Bakar berkata: "Maka kami berjalan dan kaum musyrik mengejar kami, tidak ada yang mendapati kami kecuali Suraqah bin Malik bin Ja'syam dengan kudanya, maka aku berkata: "wahai Rasulullah SAW, kita tersasul" Rasulullah bersabda: "Jangan bersedih, sesungguhnya Allah  bersama kita". Ketika ia semakin dekat dengan kami, aku berkata: " wahai Rasulullah SAW, mereka telah menemukan kita" dan aku menangis. Rasulullah SAW bersabda:

“kenapa engkau menangis?", aku berkata: "demi Allah, aku tidak menangis karena diriku, aku menangis karena mengkhawatirkanmu" maka Rasulullah berdoa: “Ya Allah cukupkan kami darinya sebagaimana kehendakMu,…”. Kemudian tanah terbelah  sehingga kudanya terjerembab ke dalamnya….55

b. Kesiapan Miqdad bin Aswad ra. untuk tegar bersama Rasulullah SAW dalam perang

Diriwayatkan dari Bukhari dari riwayat Abdullah bin Mas'ud ra. berkata: “Saya menyaksikan dari Miqdad bin Aswad ra. suatu kejadian, bila aku dalam kondisi yang seperti itu, lebih aku sukai daripada apapun, ketika Nabi SAW datang dan dia sedang mendoakan kehancuran kaum musyrik, ia berkata: "Kita tidak mengatakan seperti kaum  Musa AS "Pergilah kamu berperang bersama Tuhanmu", akan tetapi kami akan berperang di kanan, kiri, depan dan  belakang wahai Rasulullah." Maka aku melihat Nabi SAW wajahnya bersinar karena senang akan perkataannya. Dalam riwayat ini kita mendapati kesiapan Miqdad ra. untuk berkorban di sisi Rasulullah SAW, Abdullah bin Mas'ud ra. sangat menginginkan untuk menjadi sepertinya… ini tampak dalam ucapannya: "Saya menyaksikan dari Miqdad bin Aswad ra. suatu kejadian, bila aku yang berada dalam kondisi seperti itu, lebih aku sukai daripada apapun".56

c. Abu Dujanah menjadi perisai Rasulullah SAW.

Ibnu Ishak meriwayatkan dari Muhib dengan ucapannya: "Abu Dujanah menjadi tameng Rasulullah SAW dengan dirinya, punggungnya tertebas, sehingga banyak tebasan padanya"57 

Dalam riwayat lain: "Ia tidak bergerak".58

d. Abu Qatadah berjalan bersama Rasulullah SAW pada malam hari untuk menjaga beliau agar tidak jatuh dari kendaraan.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Qatadah "Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya kalian berjalan pada malam hari dan insya Allah kalian akan mendapat air pada esok hari", maka orang-orang pergi dan tidak peduli satu sama lain. Abu Qatadah berkata: "Ketika Rasulullah SAW berjalan hingga tengah malam dan aku berada disisi beliau. Ketika itu beliau mengantuk dan hampir jatuh dari kendaraan beliau, maka aku menopangnya tanpa membangunkan beliau hingga beliau tegak kembali. Kemudian kendaraan itu terus berjalan hingga malam hampir habis dan beliau hampir jatuh lagi, maka aku menopang beliau tanpa membangunkan beliau hingga tegak lagi di atas kendaraan beliau. Kemudian kami terus berjalan hingga pada waktu sebelum subuh beliau hampir jatuh lagi dalam keadaan yang lebih parah dari dua keadaan sebelumnya, hingga hampir benar-benar jatuh, maka aku menopang beliau hingga beliau mengangkat kepalanya dan berkata: "Siapa ini", Aku menjawab: "Abu Qatadah", beliau bersabda:

"Sejak kapan kau berjalan bersamaku?" , aku berkata: "Sejak tadi malam", Rasulullah SAW bersabda: "Allah SWT akan menjagamu sebagaimana engkau menjaga NabiNya"59.

Subhanallah!, betapa Abu Qatadah ra. sangat berusaha menjaga Rasulullah SAW dan kendaraan beliau dalam waktu yang sama, ia berjalan mengiringi beliau sepanjang malam untuk menjaga beliau, sehingga ketika Rasulullah SAW miring karena kantuk yang sangat, ia menjaga beliau dibawahnya bagaikan pondasi menjaga bangunan diatasnya, tanpa membangunkan beliau agar beliau dapat beristirahat dengan nyaman. Semoga Allah  meridhai nya.

3. Melakukan perintahnya dan menjauhi larangannya

Dari Barra' ra, berkata: "ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah ia shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan dan ia sangat menyukai menghadap

Ka'bah, maka Allah  menurunkan: (Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit)60 maka Rasulullah SAW menghadap Ka'bah, dan seorang laki-laki shalat bersamanya, kemudian ia keluar kepada kaum Anshar dan berkata: "Dia bersaksi bahwa ia shalat bersama Rasulullah SAW dan telah dipalingkan arahnya ke Ka'bah, maka mereka merubah arah ketika sedang ruku' dalam shalat Ashar"61.

Dari Anas bin Malik ra, ia berkata: "Aku sedang menuangkan bagi Abu Thalhah dan beberapa orang lain , kemudian datang seseorang berkata "Apakah kalian sudah mendapat kabar?" "kabar apa?" "Khamar telah diharamkan", "Tumpahkan semua khamar ini wahai Anas", Mereka tidak bertanya dan tidak kembali kepada khamar setelah mendapat kabar itu62

Betapa mereka sangat tunduk dan pasrah, penyerahan secara total .. Al-Qur'an mengatakan tentang hal ini, melalui firman Allah : (Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah  dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung)63.

Abdullah bin Amr ra berkata: "Sesungguhnya ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah SAW membawa anaknya dan anak itu mengenakan gelang yang tebal dari emas, maka beliau bersabda: "Apa kamu sudah mengeluarkan zakat emas ini?", wanita itu menjawab: "Tidak" , maka Rasulullah bersabda: "Apakah kamu mau Allah  menggantinya dengan gelang dari api neraka pada hari kiamat?”, maka wanita itu melepaskannya dan memberikannya kepada Rasulullah SAW, kemudian berkata:

"Gelang itu untuk Allah  dan RasulNya"64Allah maha besar ! wanita itu tidak hanya menunaikan zakat gelang emas itu, tapi juga memberikan seluruhnya kepada Rasulullah SAW, sebagai shadaqah karena Allah . Betapa besar cintanya kepada

Rasulullah SAW, semoga Allah  meridhainya.

4. Menegakkan sunnah beliau

a. Abu Bakar ra memerangi orang yang tidak mengeluarkan zakat:

Ketika Orang-orang Arab banyak yang murtad setelah wafatnya Rasulullah SAW, diantara mereka ada yang tidak mau membayar zakat, ketika itu sikap Abu Bakar adalah seperti diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, ia berkata: Ketika Rasulullah SAW meninggal, Abu Bakar diangkat menjadi khalifah dan ketika itu banyak orang Arab yang murtad, maka Umar ra. berkata kepadanya: "bagaimana mungkin engkau memerangi orang-orang, sedangkan Rasulullah SAW telah bersabda: "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan "laa ilaaha illallah", maka barangsiapa yang mengatakannya maka ia terjaga harta dan jiwanya, kecuali dengan haq Islam, dan perhitungannya kepada Allah "?; maka Abu Bakar berkata: "Demi Allah  aku akan memerangi orang yang membeda-bedakan antara Shalat dan Zakat, karena Zakat adalah

hak harta dan demi Allah  bila mereka tidak menunaikan (zakat) harta yang mereka keluarkan pada masa Rasulullah SAW maka aku akan memerangi mereka karena keengganan mereka itu"65.

b. Berpegang pada sunnah Rasulullah SAW dan tidak melanggarnya

Abdul Razzak meriwayatkan dari Abdurrahman bin Umayyah bin Abdullah bahwa ia berkata kepada Ibnu Umar ra: Kami mendapati Shalat Khauf dan Shalat orang yang mukim dalam Al-Qur'an, tapi kami tidak mendapatkan Shalat Musafir, maka Ibnu Umar berkata: "Allah mengutus Nabinya dan kita adalah manusia yang tidak tahu, maka kita mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah SAW"66.

Umar ra. berkata ketika ia haji dan berdiri di depan rukun yamani: "Demi Allah  aku tahu bahwa engkau (Hajar Aswad) adalah batu yang tidak memberi manfaat dan bahaya, kalau aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu, maka aku tidak akan menciummu", kemudian berkata : "Tidaklah ini dan pasir, sesungguhnya kami melihat kaum musyrik dengannya dan mereka telah dihancurkan oleh Allah ", kemudian ia berkata: "Sesuatu yang dilakukan Rasulullah SAW maka kami tidak akan meninggalkannya"67

Daftar Pustaka

Materi ini disusun dan diintisarikan dari sumber berikut:

1. Hubbun-Nabi SAW wa Alamatuhu; karya DR. Fadhlu Ilahi

2. Mahabbatu Rasulullah SAW bainal-Ittiba` wal-Ibtida`, Ustadz Abdur rauf

Muhammad Utsman

3. Mahabbatun-Nabi SAW baina Al-Insan wal-jamad, DR Khalil Ibrahim Mula

Khathir.

5 Shahih Bukhari kitab Al-iman Bab Hubbu Rasulullah SAW minal-Iman (41) (1/85)

6 Fathul Bari (1/59)

7 HR Muslim

8 QS. At-Taubah: 24

9 Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Ar-rafa`i (2/324)

10 Dinukil dari Tafsir Al-Qurthubi (8/59-69)

11 Tafsir Al-kasyaf (2/181)

12 Tafsir Al-Qurthubi (8/59) dan lihat juga Aisarut-tafasir, Al-Jazairi (2/177)

13 Lihat: majmu` Fatawa, ibnu Taimiyah (10/649) HR. muslim Kitab: Al-Fadhail bab: Tafdil Nabiyina

SAW ala jami`il-Khalaiq (4/1872)

14 QS. Ali Imran: 31

15 Shahih muslim, Kitab Al-Fadhail, bab: Fadhlu Nasabin-nabi SAW (4/1782)

16 Diriwayatkan Imam Bukhari dalam Kitab: Al-Manaqib dan Imam Muslim dalam Kitab Al-Fadhail

17 HR Muslim, Kitab: Al-Fadhail Bab: Tafdhil Nabiyina SAW ala Jami`il-Khalaiq (4/1872)

18 QS. Al-Hajj: 75

19 QS. Al-Hijr : 87

20 QS. Al-Insyirah: 1-4

21 QS. Al-Ahzab: 56

22 HR. Muslim

23 QS. Al-Anbiya': 107

24 QS. An-Nahl: 97

25 QS. Ali-Imran: 164

26 QS. Al-Baqarah: 151

27 QS. Al-Anfal: 24

28 QS. Al-Qalam: 4

29 QS. Al-Maidah: 15-16

30 QS. Al-Ahzab: 56

31 HR Muslim, Kitab: Shalat Bab: Ash-Shalat ala Nabi SAW ba`da tasyahud

32 QS. Ali Imran: 31

33 HR Bukhari Muslim

34 Lihat: Syarah An-Nawawi (2/31) dan Fathul Bari (1/16)

35 HR Muslim

36 HR Bukhari Muslim

37 Umdatul-Qari` (22/197)

38 QS. Ali Imran: 31

39 QS. Al-Baqarah: 165

40 Sebagai contoh lihat Shahih Bukhari Kitab Fadhailush-Shahabat Bab: Zikru Usmah bin Zaid dan

bab: Manaqib Al-Hasan wal Husain ra. Dan dalam Shahih Muslim Kitab Fadhailush-Shahabat.

41 HR Bukhari Muslim

42 HR Muslim Kitab: Al-Birr wash-Sjilah Bab: Afdhalul-Hubb fillah (3)

43 HR Bukhari dan Muslim

44 HR Bukhari Kitab: Manaqib Al-Anshar Bab: hijratun-Nabi SAW wa Ashabuhu Ilal Madinah

 

45 Fathul Bari (7/235) dan lihat juga: As-Sirah An-Nabawaiyah, Ibnu Hisyam (2/93)

46 HR Bukhari

47 Shahih Bukhari Kitab: Manaqib Al-Anshar bab: Hijratun-Nabi SAW wa Ashabuhu Ilal-madinah.

AthThabaqaat Al-Kubra (1/233)

48 Atthabaqaat Al-Kubra (1/233)

49 Al-Mustadrak ala Shahihaini Kitab: Al-Hijrah Istiqbalul Anshar li Rasulillah SAW wa Ashabuhu

waqta qudumil-Madinah (3/11)

50 QS. An Nisa: 69

51 QS. An Nisa: 6952 HR Bukhari Kitab: Al-Maghazi Bab: Ghazwatu Thaif fi Syawal sanah Tsaman

53 Dinukil dari Fathul Bari (8/52)

54 Ibid (8/49)

55 diriwayatkan dalam musnad hadits no. 3 (1/155), dan dishahihkan sanadnya oleh syekh Ahmad

Syakir

56 Fathul Bari (7/287)

57 As-Sirah An-nabawiyah, Ibnu Hisyam (3/30) dan lihat juga Sirah nabawiyah Ibnu Hibban Al-Busti

(224)

58 Jawami`us-Sirah, Ibnu Hazm (162) dan lihat juga: Zaadul Ma`ad (3/197)

59 HR Muslim, Kitab: Al-masajid wa Mawadhi`us Shalat

60 QS. Al Baqarah: 144

61 HR Bukhari.

62 HR Bukhari (8/277)

63 QS. An-Nur :51

64 Shahih sunan Abu Daud, kitab zakat (1/291)

65 Shahih sunan Abu Daud, kitab zakat (1/291)

66 Shahih sunan Abu Daud, kitab zakat (1/291)

67 HR Bukhari

 


 

 

 

 

 

 

 

 Allah

 Rasulullah

 رضي الله عنه 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 Shahih Bukhari Kitab Al-Iman Wan-Nuzur Bab: kaifa kana Yaminun-nabi SAW? (6632) (11/523)

dan Shahih Bukhari Kitab Al-Iman Bab: Hubbu Rasulillah SAW minal-Iman (41) (1/85)

2 Umdatul-Qari (32/169)

3 Ibid

4 Ibid (1/143)

Friday

PENJELASAN NILAI-NILAI AL-BIRR WA AL-TAQWA DALAM PEMILIKAN

AL-BIRR WA AL-TAQWA

Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berbeza dengan sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis, salah satunya ialah hak pemilikan. Islam mengiktiraf kewujudan pemilikan manusia, tetapi tetap menekankan bahawa Allah SWT adalah pemilik mutlak segala sesuatu termasuk alam semesta sehingga apa yang dimiliki manusia hanyalah amanat yang harus diperoleh dan dimanfaatkan sesuai dengan aturan Allah. Pemilikan ialah integrasi sistem ekonomi Islam sehingga mengandungi unsur akhlak yang akan melahirkan nilai khilafah dan nilai al-birr wa al-taqwa (kebaikan dan ketaatan) yang mana kedua-dua nilai itu berpaksikan. nilai ketuhanan (Ilahiyah). Realisasi nilai-nilai ini dalam pemilikan mempunyai implikasi kepada kesejahteraan dan penyamaan ekonomi untuk mencapai "falah" (kebahagiaan dunia dan akhirat).

PENGENALAN

Allah menciptakan manusia dan memberi mereka kedudukan khalifah dan kemakmuran bumi. Segala apa yang Allah berikan kepada manusia adalah hak untuk dia gunakan. Kerana itu, manusia telah mendapat keyakinan untuk menguruskan bumi dan isinya dalam usaha memperoleh harta dan kekayaan. Selagi manusia berusaha untuk mendapatkan harta dengan baik, selagi itu mereka akan mempunyai hak pemilikan penuh ke atas harta yang mereka peroleh dan membangunkannya. Namun begitu, terdapat peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dalam usaha mendapatkan hak milik agar apa yang dimiliki dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.

Konsep pemilikan merupakan sebahagian daripada sistem ekonomi Islam yang menyeluruh dan berbeza dengan konsep pemilikan mengikut pandangan ekonomi sosialis dan ekonomi kapitalis. Ekonomi Islam mengiktiraf kewujudan pemilikan individu di samping mengiktiraf kewujudan pemilikan negara dan pemilikan awam atau umum. Sementara itu, ekonomi sosialis cenderung tidak mengiktiraf pemilikan individu di mana ini selari dengan matlamatnya iaitu kebajikan dan kemakmuran bersama melalui pengurusan dan pemilikan harta oleh negara. Sebaliknya, ekonomi kapitalis memberikan kebebasan terbesar untuk memiliki dan mengurus harta secara individu.

Perbezaan antara pemilikan dalam ekonomi Islam dan ekonomi sosialis dan ekonomi kapitalis bukan sahaja terletak pada perkara yang boleh diguna pakai tetapi paling asasnya terletak pada kewujudan nilai, termasuk al birr wa at taqwa yang merupakan terbitan daripada nilai tauhid. (kepercayaan kepada Tuhan). ) sebagai panduan pemilikan yang boleh digunakan.

Seiring dengan perkembangan pelbagai perusahaan dan perniagaan Islam dewasa ini, penekanan dan penegasan konsep kepemilikan dalam Islam merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh pelaku ekonomi Islam agar segala material yang dimiliki dapat membawa kepada matlamat utama iaitu. al-falah.(kebahagiaan di dunia dan akhirat).

PERBINCANGAN

Pemilikan dalam Islam

Perkataan harta berasal daripada bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi bermaksud kawalan terhadap sesuatu. Al-susu juga bermaksud sesuatu yang dimiliki (harta karun). Susu juga merupakan hubungan seseorang dengan harta yang diakui oleh syarak, yang menjadikan dia mempunyai kuasa khusus ke atas harta itu, sehingga dia boleh mengambil tindakan undang-undang terhadap harta tersebut, kecuali dengan kehadiran kalangan syariah. Dari segi istilah, al-susu ialah pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu objek menurut syarak untuk bertindak secara bebas dan bertujuan untuk mengambil manfaat daripadanya selagi tidak ada.

halangan yang bersifat syariah.1 Pemilikan ialah keistimewaan mempunyai pemilik sesuatu barang mengikut syarak untuk bertindak bebas, dengan tujuan untuk mengambil faedah daripadanya selagi tidak ada halangan syariah.2

Pemilikan (al-milk) merupakan salah satu unsur yang menjadi sebahagian daripada sistem ekonomi Islam di mana Al-Quran sebagai sumber hukum utama menyatakan bahawa pemilik mutlak segala sesuatu termasuk bumi dan isinya adalah Allah SWT. .3 Sementara itu, manusia sebagai hamba Allah diberikan hak pemilikan relatif, iaitu diberi kebebasan untuk mengurus dan memanfaatkan alam semesta dengan pelbagai sekatan dan peraturan yang ditentukan oleh Allah sebagai pemilik mutlak.4

Pengiktirafan Islam terhadap hak milik relatif merangkumi hak milik individu (milkiyah fardhiah/pemilikan persendirian), hak milik am atau awam (milkiyah’ ammah/pemilikan awam) dan hak milik negara (milkiyah daulah/pemilikan negeri).5 Kewujudan pengiktirafan ini menunjukkan. bahawa ajaran Islam memberi perhatian kepada keperluan dan kemaslahatan manusia secara jelas dan menyeluruh.

Nilai Tauhid dan Khilafah dalam Pemilikan

Akhlak merangkumi pemahaman tentang baik buruk perbuatan manusia dan merujuk kepada tingkah laku manusia itu sendiri. Akhlak menempati kedudukan penting dalam ekonomi Islam yang dibina di atas unsur akidah dan ibadah.6 Akhlak ialah kualiti tingkah laku manusia yang menunjukkan tingkah laku itu betul atau salah, baik atau buruk.7 Akidah merupakan terbitan daripada ketuhanan (ilahiyah). yang bermaksud kepercayaan dan pengiktirafan bahawa Allah adalah satu-satunya sumber, paksi dan matlamat hidup, manakala ibadah bermaksud segala aktiviti adalah bertujuan untuk beribadat kepada Allah SWT.

Moral melahirkan nilai-nilai yang akan membimbing tingkah laku seseorang. Dalam bidang ekonomi, nilai-nilai ini akan memandu pelaku ekonomi untuk menjalankan kegiatan ekonomi yang berkualiti dan bertanggungjawab, seperti menjalankan pengeluaran atau penggunaan dengan penuh adil, baik hati, tolong-menolong dan menjauhi perkara-perkara yang dilarang seperti amalan riba. ., gharar, maisyir. Akhirnya ini akan dapat memajukan ekonomi dan membawa kepada realisasi falah.8

Berkenaan dengan pemilikan sebagai sebahagian daripada sistem ekonomi Islam yang menyeluruh, ia tidak boleh dipisahkan daripada peraturan yang melekat padanya, termasuk cara memperoleh, memanfaatkan dan mengurus serta menunaikan kewajipan hak milik tersebut. Peraturan ini dilaksanakan melalui akhlak yang akan melahirkan nilai-nilai yang membimbing tingkah laku manusia dalam mendapatkan, memanfaatkan dan memenuhi hak milik. Pemilikan dalam Islam mengandungi nilai-nilai akhlak yang akan memandu manusia dalam menjalankan aktiviti pemilikan.9

Konsep akhlak dan nilai dalam pemilikan bersumberkan prinsip tauhid dan tercermin dalam pengakuan bahawa Allah adalah pencipta dan pemilik mutlak seluruh alam.10

وَ هَ لِلَّ مُلۡكُ ٱل ه سمَٰوَٰتَ وَٱلَۡۡرۡضَِۗ وَٱ ه لِلُّ عَلَ ىَٰ كُلِّ شَي١١١١

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” 

(QS. Ali-Imran 189).

Allah menciptakan alam ini bukan untuk kepentingan-Nya sendiri, tetapi untuk kepentingan sarana kehidupan manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran sehingga pemilikan manusia bersifat relatif.

لِّلرِّجَالَ نَصَي ٞ ب مِّ ه ما تَرَكَ ٱلۡوَٰلَدَانَ وَٱلَۡۡقۡرَ بُونَ وَلَلنِّسَآَءَ ٞ

مِّ ه ما تَرَكَ ٱلۡوََٰلَدَانَ وَٱلَۡۡۡقۡرَبُونَ مَ ه ما قَ ه ل مَن ۡهُ أَوۡ كَثُرَصٌٗ مَدْرَهُ مِّ ه ما تَرَكَ٧

“Bagi orang laki-laki ada hak mendapat bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapa dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bahagian (pula) bahagian harta peninggalan ibu bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut pembahagian yang telah ditentukan.” 

(QS. An-Nisaa: 7).

Manusia hanyalah pemilik sementara yang diberi hak dan amanah oleh Allah untuk mengurus alam.12 Dengan pengiktirafan ini, apa yang diperjuangkan manusia dalam mengurus alam termasuk harta benda mestilah berlandaskan ibadah kepada Allah SWT. Secara amalannya, seseorang yang menerapkan akhlak dan nilai tauhid dalam kegiatan tersebut akan sentiasa membimbing dirinya melakukan perkara-perkara yang menepati syariat Allah SWT dan menjauhkan diri daripada perkara-perkara yang dilarang oleh Allah SWT.

Manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi yang diberi mandat dan tanggungjawab oleh Allah untuk mengurus alam 13 Bagi merealisasikan nilai khilafah ini, manusia diberi hak14 hak kawalan, pemilikan dan pengurusan sumber alam semula jadi untuk memenuhi keperluan mereka dan terus hidup. Insya Allah 

مُّسۡتَخۡلَفَينَ فَيهَِۖ فَٱلهذَينَ

ءَامَنُواْ مَنكُمۡ وَأَنفَقُواْ لَهُمۡ أَجۡ ٞ ر كَبَي ٞ ر ٧

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang telah dikuasai Allah kepadamu. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebahagian dari) harta mereka, mereka mendapat pahala yang besar” 

(QS. Al-hadid: 7). 15

Berkenaan dengan ayat di atas, penciptaan bumi dan isinya bukanlah untuk dimiliki oleh satu golongan sahaja, tetapi untuk semua jenis manusia. Oleh itu, Islam mengiktiraf kewujudan pemilikan individu,16 kerana setiap manusia berhak memperolehi rezekinya dengan memiliki dan memproses alam semesta untuk memenuhi keperluannya asalkan kaedah perolehan dan pemrosesannya mengikut petunjuk Allah SWT. . Dengan peranannya sebagai khalifah dan pengiktirafan pemilikan manusia secara individu, ia mempunyai tanggungjawab untuk berkelakuan dengan betul dari segi ekonomi dan menggunakan hak miliknya dengan baik dan sesuai dengan syariat agar apa yang dimilikinya menjadi ibadah dan bernilai di sisi Allah serta bermanfaat bagi orang lain.

Nilai Al-Birr wa Al-taqwa dalam Pemilikan

Seperti yang telah dibincangkan sebelum ini, akhlak terbina atas dasar tauhid dan merangkumi kefahaman tentang kebaikan dan keburukan perbuatan yang akan memandu nilai-nilai tingkah laku manusia. Prinsip tauhid berkait rapat dengan pemilikan yang terzahir dalam nilai al-birr wa al-taqwa. Nilai-nilai ini dicerminkan dalam beberapa peraturan dan peraturan yang mengawal tingkah laku dan tindakan manusia dalam proses pemilikan.

Al-birru berarti kebaikan dan Al-taqwa berarti takwa (menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya).17 Dengan nilai-nilai tersebut, segala aktiviti pemilikan mestilah berlandaskan nilai kebaikan dan ketakwaan iaitu dengan melaksanakan apa yang Allah adakan. diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang Allah. Penjelmaan nilai kebaikan dan ketaqwaan terlihat dimana kepemilikan harus diperoleh dengan cara yang halal, baik, sah dan sesuai syariat (bebas riba, maisyir dan gharar). Kepemilikan dilarang diperoleh dengan cara yang batil, tidak sah serta melanggar hukum.18

Cara yang diperintahkan oleh Allah yaitu dengan bekerja dan memperoleh langsung melalui pemindahan hak dengan jalan warisan, wasiat serta akad-akad pemindahan hak milik yang sah seperti jual beli atau hibah19 serta tidak terdapat hal yang secara langsung dapat membahayakan/merugikan keselamatan orang atau kelompok pada proses kepemilikan dan pemanfaatan barang.

۞ٱ ه لِلُّ ٱلهذَي سَ ه خرَ لَكُمُ ٱلۡبَحۡرَ لَتَجۡرَيَ ٱلۡف لكُ فَيهَ بَأَمۡرَهَ وَلَتَ بتَ وُُاْ

مَن فَضۡلَهَ وَلَعَلهكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٩١

Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.”

(QS. Al-jatsiyah : 12).

Sedangkan yang dilarang Allah yaitu yang diperoleh dengan cara bathil dan tidak sah, seperti korupsi, penggelapan, pencurian, penipuan, penyuapan, berlaku curang dan harta yang diperoleh dari hasil riba dan sebagainya. Selain itu, dilarang juga untuk mengekploitasi dan memo-nopoli barang yang dibutuhkan masyara-kat demi keuntungan pribadi atau ke-lompok tertentu.

وَلََ تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوََٰلَكُم بَيۡنَكُم بَٱلۡبََٰطَلَ وَتُدۡلُواْ بَهَآ إَلَى ٱلۡحُ ه كامَ لَتَأۡكُلُواْ

ف ثَۡمَ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

ٱلۡۡ مۡوََٰلَ ٱل ه ناسَ بَ يقٗا مِّنۡ أَ رَ ٩٨٨

“Dan janganlah sebahagian kamu mema-kan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian dari-pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” 

(QS. Al-Baqarah : 188).

Demikian juga dalam mengembang-kan kepemilikannya tersebut harus mengandung nilai al-birr (kebaikan) dan al-taqwa (ketaqwaan). Kepemilikan harus dikembangkan dengan cara-cara yang dihalalkan dan sesuai syari’at, seperti de-ngan membuka tempat usaha yang halal dengan tetap menjaga kepentingan dan ketertiban umum, serta tidak membaha-yakan/merugikan keselamatan orang lain. Kepemilikan juga dapat dikembangkan dengan melakukan usaha kerjasama de-ngan pihak lain, seperti melalui akad mudharabah, musyarakah dan sebagainya.

Manusia dilarang mengembangkan kepemilikannya dengan cara yang dapat merusak nilai dan akhlak, seperti menjual minuman keras, menjual babi, menjual obat terlarang atau hal-hal lain yang dapat merusak kesehatan jasmanai dan rohani, serta membahayakan keselematan orang lain. Selain memberikan hak untuk mem-dan mengembangkan kepemilik-an, Islam juga memberikan hak kepada manusia untuk menggunakan hak milik-nya dimana penggunaannya tetap mewu-judkan nilai-nilai kebaikan dan ketaq-waan.

Nilai al-birr terwujud jika kepemilikan digunakan untuk sesuatu yang menda-tangkan manfaat bagi pemiliknya tanpa mendatangkan mudharat bagi yang lain. Bahkan, sebaiknya kepemilikan dapat mendatangkan manfaat bagi yang lain, seperti memberi zakat (jika telah mencapai nisab), infak, shodaqah, memberi nafkah, berpartisipasi dalam kegiatan sosial,atau bahkan dapat membuka lapangan pekerja-an kepada orang lain. Kepemilikan dila-rang digunakan pada hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian atau mudharat, baik untuk pemiliknya maupun yang lain. Dilarang juga digunakan untuk hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan di muka bumi ataupun hal-hal lain yang ber-tentangan dengan ajaran syari’ah. Manu-sia juga dilarang berbuat serakah dengan penguasaan materi dan menganggapnya sebagai ukuran keberhasilan.

Dalam menggunakan kepemiliknya, manusia harus bersikap hati-hati, seder-hana, hemat, tidak berlebihan tetapi juga tidak kikir. Di sinilah perlu adanya kese-imbangan dalam penggunaan kepemi-likan. Nilai keseimbangan di sini meliputi keseimbangan dalam pemenuhan keperluan dunia dan akhirat, serta keseimbangan antara keperluan individu dan keperluan sosial.20

KESIMPULAN

Akhlak merupakan faktor penting dalam ekonomi Islam. Akhlak berkait rapat dengan prinsip dan nilai tauhid, di mana segala kegiatan ekonomi mestilah berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT termasuk sistem pemilikan yang merupakan salah satu unsur ekonomi. Daripada akhlak tersebut akan muncul nilai-nilai yang akan membimbing manusia untuk membetulkan tingkah laku ekonomi sehingga akhirnya falah akan terwujud.

Dalam Islam, pemilik mutlak alam ini ialah Allah SWT. Namun Islam mengiktiraf kepemilikan manusia, dengan melihat peranan manusia sebagai khalifah yang diberi mandat dan hak untuk mengurus dan menggunakan alam semesta sesuai dengan syariat.

Kewujudan nilai al-birru wa al-taqwa dalam pemilikan memberi implikasi kepada kesejahteraan manusia iaitu mendorong manusia bekerja secara produktif sebagai sumber ekonomi bagi memenuhi keperluan dan mengelak kemiskinan. Selain itu, suasana saling bantu-membantu, hormat-menghormati dan hormat-menghormati akan tercipta antara manusia. Menerapkan nilai-nilai al-birru wa al-taqwa juga akan menghalang penguasaan golongan kaya yang mengawal kepentingan rakyat secara amnya supaya ekonomi berada dalam keadaan seimbang dan tidak dimonopoli untuk kepentingan golongan tertentu, tetapi merebak ke pelbagai lapisan masyarakat. Ini akan menggalakkan penciptaan kemakmuran dan kesaksamaan ekonomi sehingga akhirnya falah akan direalisasikan.



















Daftar Pustaka

1 Abdul Rahman , Fikih Muamalat (Jakarta : Prenada Media Group, 2010), 46- 47.

2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta : Rajagrafindo, 1997), 33.

3 QS. Ali-Imran (3) : 189

4 QS. An-Nisaa (4) : 7

5 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam , (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2008), 75

6 P3EI, Ekonomi Islam, 56.

Abdul Aziz, Etika Perniagaan dari Perspektif Islam (Bandung: Alfabeta, 2013), 13.

Lihat juga M. Dawan Rahardjo, Ekonomi dan Etika Pengurusan. (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990), 3

8 P3EI, Ekonomi Islam, 57-58

Kewujudan nilai dalam tingkah laku ekonomi semata-mata dapat menghasilkan ekonomi normatif, yang tidak dapat berjalan secara dinamik. Pelaksanaan nilai-nilai mestilah berlandaskan prinsip ekonomi secara bersama 9 Abdul Rahman , Fikih Muamalat (Jakarta : Prenada Media Group, 2010), 46-47.

10 P3EI, Ekonomi Islam, 75. Lihat juga Juhaya S Praja, Ekonomi Syariah, (Bandung : Pustaka Setia, 2012), 90.

11 P3EI, Ekonomi Islam , 75

12 Juhaya S Praja, Ekonomi Syari’ah, 90.

13 P3EI, Ekonomi Islam, 62. Konsep khilafah dapat dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai pengertian, 

namun pengertian umumnya adalah amanah dan tanggung jawab manusia terhadap apa-apa yang telah dikuasakan kepadanya dalm bentuk sikap dan perilaku manusia terhadap Allah, sesama dan alam semesta.

14 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 32. Hak adalah suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.

15 Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta : Prenada Media Grup, 2006), 19.

Yang dimaksud dengan menguasai di sini adalah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikaynya milik Allah, manusia menafkahkan hartanya harus menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah.

16 P3EI, Ekonomi Islam, 76.

Kepemilikan individu merupakan persyaratan yang mendasar bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat, sebab ia menciptakan motivasi dan memberikan ruang bagi seorang individu untuk memanfaatkan sumber daya yang optimal.

Lihat juga Juhaya S Praja, Ekonomi Syari’ah, 92

17 Atang Abd Hakim, Filsafat Ekonomi Islam

Hakikat taqwa adalah mengikuti segala yang diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya. Ia adalah sarana untuk meraih kebaikan dan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Secara bahasa kebaikan (al-birr atau al-khair, atau al-ihsân) berarti berimbang atau proporsional, karenanya iapun dsebut al-‘adl (al-Qasimi, 1978; 128) dan atau prilaku yang baik (husn al-khulq). Adapun taqwa memiliki beberapa pengertian: (1) takut/al-khauf; (2) hati-hati; (3) jalan lurus; (4) meninggalkan yang tidak berguna; dan (5) melindungi dan menjaga diri dari murka Allah.

18 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam terjemah, (Jakarta : Robbani Press, 1997), 116.
Lihat juga Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), 26.
وَلََ تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوََٰلَكُم بَيۡنَكُم بَٱلۡبََٰطَلَ وَتُدۡلُواْ بَهَآ إَلَى ٱلۡحُ ه كامَ لَتَأۡكُلُواْ
ف ثَۡمَ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Jurnal Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah
19 Juhaya S, Ekonomi Syari’ah, 92
Lihat juga Achmad, Jurnal Al-Risalah : Wawasan Al-Qur’an tentang Kepemilikan, Vol.11 No.2 November 2011.
20 Rifat Syauqi nawawi, Perspektif Al-qura’an tentang Ekonomi, dalam Jauhar : Jurnal Pemikiran Islam Kontekstual Vol.1 No. 1 , 99Achmad, Jurnal Al-Risalah : Wawasan Al-Qur’an tentang Kepemilikan, Vol.11 No.2 November 2011.
Aziz, Abdul. Etika Bisnis Perspektif Islam .Bandung : Alfabeta, 2013.
Haider, Syed Nawab. Etika dan Ilmu Ekonomi, terjemah Husin Anis. Bandung : Mizan, 1991.
Hakim, Atang Abd. Filsafat Ekonomi Islam.
Hermawan, Hendri Adinugraha, Norma dan Nilai dalam Ilmu Ekonomi Islam. Media Ekonomi & Teknologi Informasi Vo.21 No.1 MAret 2013 : 49-59.
Nasution, Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta : Prenada Media Grup, 2006.
Praja, S Juhaya. Ekonomi Syariah. Bandung : Pustaka Setia, 2012.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). Ekonomi Islam . Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2008
Qardhawi, Yusuf . Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam terjemah. Jakarta : Robbani Press, 1997
Rahardjo, M. Dawan. Etika Ekonomi dan Manajemen. Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990.
Rahman, Abdul., Fikih Muamalat. Jakarta : Prenada Media Group, 2010.
Sholahudin,M. Asas-asas Ekonomi Islam. Bandung: PT Rajagrafindo, 2007.
Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta: CV. Adipura, 2003.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta : Rajagrafindo, 1997.
Sularno, M. Jurnal Al-Mawarid : Konsep Kepemilikan dalam Islam Edisi IX,2003.
Syafe’i, Rachmat. Fiqh Muamalah. Bandung : Pustaka Setia, 2000.
Syauqi, Rifat Nawawi, Perspektif Al-qura’an tentang Ekonomi, dalam Jauhar : Jurnal Pemikiran Islam Kontekstual Vol.1 No. 1 , 9


Monday

HADITH RIWAYAT - WABISHAH BIN MA’BAD BIN MALIK BIN UBAID AL-ASADI رضي الله عنه‎

Hadith 27 (Hadith Arbain) Syarah Hadith


Seorang sahabat yang datang kepada Rasulullah ketika berusia sembilan tahun, lalu memeluk Islam. Dia seorang yang sering menangis dan tidak boleh menahan air matanya. Tinggal di Raqqah dan meninggal di sana, serta meriwayatkan dari Rasulullah. sebanyak 11 hadis.

Apakah ciri-ciri kebaikan dan ciri-ciri keburukan sederhana yang bisa diketahui umat manusia?

Riwayat berikut ini menjelaskan tentang ciri sederhana kebaikan dan keburukan. Suata saat sahabat Wabishah bin Ma'baرضي الله عنه‎ pernah mendatangi Rasulullah. Kedatangannya untuk menanyakan tentang suatu hal yang meresahkannya.

Wabishah pun mendapati sejumlah sahabat sedang berada di sekeliling Rasulullah. Lantas ia melewati para sahabat dan berupaya mendekat pada Rasulullah. Para sahabat pun menegur Wabishah dan memintanya untuk menjauh dari RasulullahWabishah bin Ma'baرضي الله عنه‎ pun lantas menjawab:  

"Saya adalah Wabishah, biarkan saya mendekat padanya. Karena ia adalah orang yang paling aku cintai untuk berdekatan dengannya." 

Rasulullah pun memanggil Wabishah bin Ma'baرضي الله عنه‎ dan memintanya mendekat. Wabishah pun mendekat ke arah Rasulullah sehingga saking dekatnya lutut Wabishah bin Ma'baرضي الله عنه‎ menyentuh lutut Rasulullah

Rasulullah pun sudah mengetahui maksud tujuan Wabishah datang yakni untuk menanyakan perkara kebaikan dan keburukan. Maka Rasulullah pun memberikan jawaban dari segala pertanyaan yang membuat resah Wabishah bin Ma'baرضي الله عنه‎Rasulullah menjelaskan bahwa kebaikan adalah yang menenangkan dam menentramkan hati, sedang keburukan yang meresahkan.  

"Wahai Wabishah, aku akan memberitahukan (jawaban) kepadamu sesuatu yang menjadikanmu datang kemari." Saya berkata, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah padaku." Maka beliau pun bersabda, "Kamu datang untuk bertanya mengenai kebaikan dan keburukan (dosa)." Saya berkata, 

"Benar." Beliau lalu menyatukan ketiga jarinya dan menepukkannya ke dadaku seraya bersabda, "Wahai Wabishah, mintalah petunjuk dari jiwamu. Kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan dan menentramkan hati dan jiwa. Sedangkan keburukan itu adalah sesuatu yang meresahkan hati dan menyesakkan dada, meskipun manusia membenarkanmu."   

Keterangan ini diperoleh dalam Musnad Ahmad nomor 17315. Berikut ayat  lengkap haditsnya:  

حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنِ الزُّبَيْرِ أَبِي عَبْدِ السَّلَامِ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مِكْرَزٍ عَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَدٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ لَا أَدَعَ شَيْئًا مِنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ إِلَّا سَأَلْتُهُ عَنْهُ وَإِذَا عِنْدَهُ جَمْعٌ فَذَهَبْتُ أَتَخَطَّى النَّاسَ فَقَالُوا إِلَيْكَ يَا وَابِصَةُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْكَ يَا وَابِصَةُ فَقُلْتُ أَنَا وَابِصَةُ دَعُونِي أَدْنُو مِنْهُ فَإِنَّهُ مِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ أَنْ أَدْنُوَ مِنْهُ فَقَالَ لِي ادْنُ يَا وَابِصَةُ ادْنُ يَا وَابِصَةُ فَدَنَوْتُ مِنْهُ حَتَّى مَسَّتْ رُكْبَتِي رُكْبَتَهُ فَقَالَ يَا وَابِصَةُ أُخْبِرُكَ مَا جِئْتَ تَسْأَلُنِي عَنْهُ أَوْ تَسْأَلُنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَخْبِرْنِي قَالَ جِئْتَ تَسْأَلُنِي عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ قُلْتُ نَعَمْ فَجَمَعَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِهَا فِي صَدْرِي وَيَقُولُ يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ نَفْسَكَ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ قَالَ سُفْيَانُ وَأَفْتَوْكَ

“Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada hatimu (3x), karena kebaikan adalah yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan dosa adalah yang membuat bimbang hatimu dan goncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa”
(HR. Ahmad no.17545).

 يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَاسْتَفْتِ نَفْسَكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ

Kandungan Hadist

1. Hati yang bening dan bersih akan resah dan bimbang ketika berbuat salah dan dosa. Maka hadits ini berlaku bagi orang yang demikian, sehingga ketika orang yang sifatnya demikian melakukan sesuatu yang membuat hatinya resah dan bimbang, bisa jadi itu sebuah dosa.

(استفت نفسك) المطمئنة الموهوبة نورا يفرق بين الحق والباطل والصدق والكذب إذ الخطاب لوابصة وهو يتصف بذلك

“‘Mintalah fatwa pada hatimu‘, yaitu hati yang tenang dan hati yang dikaruniai cahaya, yang bisa membedakan yang haq dan yang batil, yang benar dan yang dusta. Oleh karena itu disini Nabi berbicara demikian kepada Wabishah yang memang memiliki sifat tersebut”
(Al Munawi , Faidhul Qadir, 1/495).

2. Wabishah bin Ma’bad bin Malik bin ‘Ubaid Al-‘Asadi  رضي الله عنه‎adalah seorang sahabat Rasulullah, generasi terbaik yang diridhai oleh Allah. Beliau juga dikenal ahli ibadah dan sangat wara’. Maka layaklah Rasulullah bersabda ‘mintalah fatwa pada hatimu‘ kepada beliau.

قال: استفت قلبك) أي اطلب الفتوى منه، وفيه إيماء إلى بقاء قلب المخاطب على أصل صفاء فطرته وعدم تدنسه بشىء من آفات الهوى الموقعة فيما لا يرضى، ثم بين نتيجة الاستفتاء وأن فيه بيان ما سأل عنه

“Sabda beliau ‘istafti qalbak‘, maknanya: mintalah fatwa pada hatimu. Ini merupakan isyarat tentang keadaan hati orang yang ajak bicara (Wabishah bin Ma'baرضي الله عنه‎) bahwa hatinya masih suci di atas fitrah, belum terkotori oleh hawa nafsu terhadap sesuatu yang tidak diridhai Allah, lalu Rasulullah menjelaskan buah dari meminta fatwa dari hati yang demikian, dan bahwasanya di sana ada jawaban dari apa yang ia tanyakan”
(Ibnu Allan Asy Syafi’I, Dalilul Falihin, 5/34).

3. Orang yang memiliki ilmu agama mengetahui yang halal dan yang haram. Mengetahui batasan-batasan Allah. Mengetahui hak-hak Allah dan hak-hak hamba. Maka dengan ilmu yang miliki tersebut tentu ia akan merasa tidak tenang jika melakukan sesuatu yang melanggar ajaran agama. Berbeda dengan orang yang jahil yang tidak paham agama, tidak paham hak-hak Allah dan hak-hak hamba, ketika melakukan kesalahan dan dosa ia merasa biasa saja atau bahkan merasa melakukan kebenaran.

4. Qolbun salim akan condong kepada ketaatan dalam menjalankan setiap apa yang diperintahkan dan menjauhi segala apa yang dilarang sesuai dengan tuntunannya dengan penuh keikhlasan. Hati orang beriman dalam hal ini akan  gelisah bila berseberangan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Allah berfirman :

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. An Nisa: 59).

Friday

Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

Perkahwinan bermakna menjalin kasih sayang dan kerjasama, mengedepankan pihak lain dan berkorban, mewujudkan ketenangan dan persekitaran yang penuh kasih sayang, hubungan rohani yang mulia, dan ikatan fizikal yang sah.

Perkahwinan bermaksud rumah tangga, yang tiangnya adalah Adam dan Hawa, dari mana keluarga dan keturunan berasal, kemudian rumahtangga, kemudian masyarakat, tidak lama kemudian diikuti oleh pelbagai bangsa dan negara bertunas. Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi telah menetapkan mengenai fakta ini, yang boleh diterjemahkan sebagai,

وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ الْمَاۤءِ بَشَرًا فَجَعَلَهٗ نَسَبًا وَّصِهْرًاۗ وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيْرًا

“Dan Dialah yang telah menciptakan manusia dari air, kemudian Dia menciptakan daripadanya dua jenis keturunan: keturunan dan perkawinan. Tuhanmu Maha Kuasa.”

 (Bab al Furqan/Ayat:54)

Mushaharah ialah ikatan kekeluargaan yang terjalin melalui perkahwinan, seperti menantu, bapa mertua, abang ipar, dan sebagainya. Perkahwinan adalah benteng yang boleh menindas nafsu seks manusia yang liar, menahan nafsu duniawinya, melindungi kehormatannya dan mengelakkannya daripada terjerumus ke dalam lubang maksiat dan kemungkaran.

Kita telah melihat bagaimana Al-Quran membangkitkan dari setiap pasangan perasaan saling memerlukan, dan menyempurnakan ketidaksempurnaan pasangan lain. Pada asasnya, wanita adalah seperti cabang lelaki, dan lelaki adalah seperti akar untuk wanita. Oleh itu, akar akan sentiasa memerlukan cawangannya, dan cawangan akan sentiasa memerlukan akarnya. Mengenai hakikat ini, Allah Ta'ala telah menetapkan, yang boleh diterjemahkan sebagai;

 هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ اِلَيْهَاۚ فَلَمَّا تَغَشّٰىهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيْفًا فَمَرَّتْ بِهٖ ۚفَلَمَّآ اَثْقَلَتْ دَّعَوَا اللّٰهَ رَبَّهُمَا لَىِٕنْ اٰتَيْتَنَا صَالِحًا لَّنَكُوْنَنَّ مِنَ الشّٰكِرِيْنَ

“Dia-lah Allah – yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Dia menjadikan pasangannya, supaya dia merasa senang kepadanya.” 

(Bab Al A’raf/Ayat: 189)

Satu makhluk tunggal dalam ayat ini merujuk kepada Adam, dan pasangannya ialah Hawa. Oleh itu, dalam Islam, perkahwinan bukan sekadar alat untuk memelihara kewujudan manusia, tetapi lebih daripada itu, ia bertujuan untuk melaksanakan perintah Allah -Maha Suci dan Maha Tinggi- seperti dalam ayat-Nya, yang boleh diterjemahkan sebagai;

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim..” 

(Surah An Nisa: 3)

Di bawah ajaran Islam, pasangan boleh menjalani kehidupan mereka secara sinergi dan bersatu dalam segala-galanya; perasaan mereka, hati dan motivasi mereka, cita-cita dan matlamat akhir mereka, dsb.:

Salah satu keagungan Al-Qur’an dan tanda kesempurnaannya adalah kita dapat melihat semua makna tersebut, baik yang sudah disebut atau belum, tercermin dalam sebuah ayat, yaitu;

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ

 Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” 

(Surah Al Baqarah/Ayat: 187)

Maksud Sakina, Mawadda, dan Rahmah

Al-Quran telah menggambarkan tentang ikatan naluri dan emosi antara suami dan isteri, sebagai salah satu tanda kebesaran Allah dan nikmat-Nya yang tidak terhitung. Allah yang Maha Mulia dan Maha Tinggi telah menetapkan, yang boleh diterjemahkan sebagai;

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir..” 

(Bab Ar Ruum/Ayat:21)

Kecenderungan seorang suami terhadap isterinya dan kedamaian yang dia rasai daripada bersamanya, dan keterikatan seorang isteri kepada suaminya adalah sesuatu yang wajar dan sesuai dengan naluri mereka. Ayat di atas adalah asas kepada kehidupan yang sentiasa dipenuhi dengan ketenangan. Isteri ibarat tempat berteduh bagi suaminya, setelah seharian bersusah payah mencari rezeki, dan tempat mencari ketenangan setelah penat dan lelahnya. Akhirnya, di tempat ini semua keletihannya akan dibongkar. Memang benar, kepada isterinya, yang sepatutnya menyambutnya dengan penuh kasih sayang, wajah ceria dan senyuman. Pada masa itu, suaminya akan mendapati dalam dirinya, telinga yang mendengarnya dengan baik, hati yang belas, dan percakapan yang menghiburkan.

Sifat-sifat wanita solehah ditekankan dalam tujuan penciptaannya, iaitu menjadi ketenangan bagi lelaki, dengan segala makna perkataan “ketenangan (sakinah)” itu sendiri. Dan untuk ketenangan yang dianggap sepatutnya, ia (baca: wanita) perlu memenuhi beberapa kriteria, yang paling penting iaitu: pemiliknya hendaklah memenuhi sukacita apabila dia melihatnya, ia mampu memelihara keluarga dan hartanya. , ia tidak membenarkan sesiapa yang menentangnya hidup dengannya.

Berkenaan dengan bab Ar Ruum:21 di atas, terdapat beberapa akhlak yang perlu direnungkan:

Salah satu keagungan Al-Qur’an dan tanda kesempurnaannya adalah kita dapat melihat semua makna tersebut, baik yang sudah disebut atau belum, tercermin dalam sebuah ayat, yaitu:


n kedamaian yang dia rasai daripada bersamanya, dan keterikatan seorang isteri kepada suaminya adalah sesuatu yang wajar dan sesuai dengan naluri mereka. Ayat di atas adalah asas kepada kehidupan yang sentiasa dipenuhi dengan ketenangan. Isteri ibarat tempat berteduh bagi suaminya, setelah seharian bersusah payah mencari rezeki, dan tempat mencari ketenangan setelah penat dan lelahnya. Akhirnya, di tempat ini semua keletihannya akan dibongkar. Memang benar, kepada isterinya, yang sepatutnya menyambutnya dengan penuh kasih sayang, wajah ceria dan senyuman. Pada masa itu, suaminya akan mendapati dalam dirinya, telinga yang mendengarnya dengan baik, hati yang belas, dan percakapan yang menghiburkan.

Sifat-sifat wanita solehah ditekankan dalam tujuan penciptaannya, iaitu menjadi ketenangan bagi lelaki, dengan segala makna perkataan “ketenangan (sakinah)” itu sendiri. Dan untuk ketenangan yang dianggap sepatutnya, ia (baca: wanita) perlu memenuhi beberapa kriteria, yang paling penting iaitu: pemiliknya hendaklah memenuhi sukacita apabila dia melihatnya, ia mampu memelihara keluarga dan hartanya. , ia tidak membenarkan sesiapa yang menentangnya hidup dengannya.

Berkenaan dengan bab Ar Ruum:21 di atas, terdapat beberapa akhlak yang perlu direnungkan:

(I): Abu al Hasan al Mawardy berkata tentang maksud ayat tersebut, “supaya kamu beroleh kedamaian pada mereka dan dijadikanNya di antara kamu kasih sayang dan belas kasihan.” (ar Ruum:21) “Ada empat pendapat mengenai ayat ini:

Pertama: bahawa makna Mawaddah (cinta) adalah al Mahabbah (cinta) sedangkan makna ar Rahmah (rahmat) ialah asy Syafaqah (belas kasihan).

Kedua: bahawa makna Mawaddah ialah al Jima’ (hubungan kelamin) dan Rahmah bermaksud al walad (anak).

Ketiga: maksud Mawaddah ialah menyayangi orang yang lebih tua dan Rahmah bermaksud berkasih sayang kepada yang lebih muda.

Keempat: bahawa maksud kedua-dua perkataan itu ialah saling menyayangi antara pasangan (Lihat: (al-Mawardy: an-Nukat Wa al-‘Uyûn).

Ibnu Katsir berkata, “Di antara tanda-tanda kebesaran-Nya yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan wanita untuk menjadi jodohmu, dari kalangan, agar kamu cenderung kepada mereka dan menemukan ketenangan pada mereka. Seandainya Dia menciptakan seluruh anak Adam (manusia) berjenis kelamin laki-laki, dan menciptakan perempuan dari jenis yang lain, misalnya dari jin atau binatang, nescaya tidak akan bersatu hati antara mereka dan isteri-isteri mereka, malah , ia akan menghalau mereka, jika jodoh mereka tergolong dalam jenis lain daripada mereka. Tambahan pula, di antara kesempurnaan rahmat-Nya kepada anak-anak Adam, Dia menjadikan untuk mereka jodoh mereka dari jenis mereka sendiri, dan menciptakan di antara mereka perasaan cinta (mawaddah), iaitu cinta, kasih sayang, dan belas kasihan. Oleh kerana berkemungkinan seorang lelaki mengikat seorang wanita dengannya berdasarkan cinta dan kasih sayangnya kepadanya, maka lelaki itu akan dapat memperoleh zuriat daripadanya, atau dia (wanita itu) memerlukannya untuk memberikan kasih sayang kepadanya , atau untuk menjalin kedekatan hati di antara mereka, dan seterusnya.” 

(Lihat: Tafsir Ibnu Katsir)

(II) Mari kita renung sejenak, pada ayat Allah, "dari kaummu sendiri". Isteri adalah manusia yang mulia, di dalamnya terdapat persamaan antara dia dan suami, sedangkan lelaki mempunyai tahap Qiwamah (kepimpinan) terhadap wanita. 

(Lihat: Bab al Baqara/Lembu: 228)

Hak kepimpinan yang dimiliki oleh seorang suami tidak semestinya dia boleh bertindak secara berwibawa dan menindas dengan menutup pendapat orang lain (isterinya). Ia seperti tanda lalu lintas yang mengawal perjalanan orang ramai, tetapi bukan untuk menghalangnya. Oleh itu, kepimpinan itu tidak bermaksud untuk mengenepikan peranan wanita dalam menyatakan pendapatnya dan memberi bantuan kepadanya dalam membina keluarga mereka.

(III): Keselamatan, keamanan, dan kestabilan boleh membawa keselamatan kepada anak-anak, yang akan melindungi mereka daripada apa-apa yang boleh mengancam kewujudan mereka dan menyesatkan mereka dari jalan yang lurus, kerana mereka sedang berkembang di dalam "institusi" yang bersih yang bebas daripada rasuah atau campur tangan negatif, di mana hak dan matlamat hidup setiap orang jelas, setiap individu melakukan kewajipannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw,

“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya.”

Kepimpinan telah diputuskan, dan setiap individu redha antara satu sama lain, dengan menahan diri daripada melakukan pelanggaran. Ini adalah maksud ketetapan Allah dalam surah 

(An Nisaa:34.)

(IV): Setiap suami dan isteri hendaklah menghormati pendapat orang lain. Perlu ada perbincangan yang berlandaskan kasih sayang, tetapi jangan terlalu panjang hingga ke tahap perbahasan. Adalah lebih baik satu pihak mengalah kepada pendapat orang lain jika pendapat lain itu kelihatan lebih kuat, kerana perbincangan objektif yang dipupuk dengan kasih dan sayang akan dapat mengatasi sebarang rintangan demi memelihara rumah tangga yang bahagia.

(V) Cinta dan kasih sayang yang tumbuh pada awalnya sebagaimana sifat yang dikurniakan Allah SWT kepada suami isteri akan bertambah seiring dengan bertambahnya kebaikan dalam diri masing-masing.

Bertentangan dengannya, rasa kasih dan sayang akan berkurangan seiring dengan berkurangnya kebaikan dalam diri mereka berdua kerana secara fitrahnya jiwa akan menyayangi seseorang yang melayannya dengan lemah lembut dan sentiasa berbuat baik kepadanya; lebih-lebih lagi jika orang itu adalah suami atau isteri, antaranya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi telah menciptakan cinta. Yang pasti, cinta itu akan bertambah besar dan lebih kuat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Dunia itu ibarat perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita solehah."

(VI), kesan terbaik yang diperoleh dari rumah tangga Nabi adalah terpeliharanya hak antara suami dan isteri, semasa hidup mereka, bahkan selepas kematian mereka. Hal ini dapat dilihat dari apa yang dikatakan oleh 'Aisyah – semoga Allah meridhainya- , dia dari isteri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang sangat cemburu terhadap Khadijah –semoga Allah meridhainya. -, Isteri pertama Nabi, yang telah meninggal dunia dan yang, dia tidak pernah bertemu. Ia hanya kerana dia sentiasa mengingati kebaikan dan jasanya.

Semoga Allah SWT menjadikan rumahtangga kaum muslimin sebagai rumahtangga yang dipenuhi dengan ketenangan, kasih sayang dan belas kasihan. Dan ia dapat direalisasikan apabila umat Islam kembali kepada ajaran Nabi mereka, dan mengambil contoh dari kehidupan perkahwinannya.

Rujukan: Tsulâtsiyyah al-Hayâh az-Zawjiyyah: as-Sakan, al-Mawaddah, ar-Rahmah oleh Dr.Zaid bin Muhammad ar-Rummany.